Jumat, 08 Januari 2016

Kencan Pertama

Ia masuk ke dalam toilet dengan terburu-buru. Sesuatu dari dalam perutnya mendesak ingin keluar dan jika dalam tempo 35 detik saja ia tidak bisa menemukan toilet maka tamatlah riwayatnya. Ia masih bernasib baik, stasiun kereta api hampir selalu menyediakan toilet umum dan dengan kecepatan maksimum yang bisa dicapainya ia merangsek masuk ke dalam toilet paling ujung --toilet pertama rusak, toilet kedua terkunci-- memeloroti celananya dengan tergesa dan duduk dengan perasaan tidak nyaman.

Berak di WC duduk tidak pernah membuatnya nyaman. Ia selalu terbayang pantat-pantat lain yang menempel di sana sebelumnya. Pantat-pantat hitam, berkeringat, mungkin beberapa dipenuhi bekas cacar air, dan pastinya milik lelaki karena toilet itu memang toilet khusus lelaki. Membayangkan hal itu membuat bulu-bulu halus di tangannya berdiri karena rasa jijik.

Selain itu, ia merasa tidak pernah bisa mengedan secara sempurna jika berak di WC duduk. Ada perasaan seolah-olah sebagian tinjanya masih tertinggal di dalam perut karena ketidaksempurnaannya dalam mengedan. Tidak seperti saat jongkok, posisi duduk menghambatnya dalam mengedan secara maksimal. Tapi dalam situasi darurat semacam itu ia tidak bisa memilih-milih untuk berak di mana, apalagi dua toilet yang ada di sana tidak bisa digunakan. Bahkan kalau sampai ia tidak bisa menemukan toilet umum ia sudah bersiap-siap berak di kebun. Berak di celana adalah pilihan terakhirnya jika ia tidak bisa menemukan tempat untuk berak sama sekali.

Brrroooooottssss sssss.

Serangan pertama langsung meluncur segera setelah ia memeloroti celananya.  Ia tidak perlu usaha lebih untuk mengedan. Tinjanya encer. Ia mencret. Perutnya mulas seperti dililit ular sanca --ia belum pernah dililit ular sanca tapi mungkin rasanya akan seperti itu.

"Bangsat!" dengusnya.

"Tukang ketoprak sialan!" ia memaki dalam hati.

Setiap kali perasaan dililit ular sanca itu menyerangnya yang langsung diikuti oleh semburan tinja cair dari duburnya, ia melayangkan makian kepada ketoprak yang tadi dimakannya.

Bajingan. Keparat. Tai ucing.

Hari ini adalah kencan pertamanya dengan seorang gadis yang dikenalnya dari facebook tiga bulan yang lalu. Nissa nama gadis itu. Nichaa Chayank Kamoe Chelaluw nama akun facebooknya. Mereka belum pernah bertemu. Mereka pertama kali berkenalan di facebook lalu berlanjut dengan saling bertukar nomor ponsel dan pin BBM. Kedekatan mereka berlanjut dari sana. Dari foto-foto yang ia lihat di akun facebook atau yang dipajang di profil BBMnya, ia pikir Nissa gadis yang manis. Wajahnya semi oriental, kulitnya putih, alis tebal dan selalu berfoto dengan posisi yang begitu-begitu saja --kepala miring dengan sudut kemiringan 30 derajat ke arah kanan dan lidahnya melet seperti lambang grup band Rolling Stone.

Setelah menjalin komunikasi yang intens selama tiga bulan terakhir, ia akhirnya berani mengajaknya berkencan. Mereka sepakat untuk bertemu di stasiun Jatinegara dengan alasan tempat itu tidak terlalu jauh dijangkau oleh keduanya. Mereka berjanji untuk bertemu di depan Indomaret dan berencana berjalan-jalan ke Kota Tua setelahnya. Ia sudah membayangkan kencan yang indah dalam kepalanya sebelum rasa mulas seperti dililit ular sanca itu menyerangnya dan membuat imajinasinya buyar seketika.

Nasib sial mungkin sudah menguntitnya saat ia tiba di stasiun Bekasi dan perutnya mulai terasa lapar. Masih ada banyak waktu dan mungkin akan lebih baik jika ia mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum ia menumpang kereta ke stasiun Jatinegara.

Ia sebenarnya tidak terlalu suka makan ketoprak. Tapi saat itu perutnya begitu lapar dan tukang dagang yang mangkal di stasiun hanyalah tukang bakso dan tukang ketoprak. Ia lebih tidak suka lagi makan bakso maka pilihan untuk meredakan lapar di perutnya jatuh kepada tukang ketoprak.

Tukang ketoprak selalu membuatnya kesal. Itu alasan kenapa ia tidak begitu suka makan ketoprak. Mereka mempunyai kebiasaan menaruh kerupuk sebelum mengaduk bumbu-bumbu ketoprak itu dengan sempurna dan merata sehingga ketika kita mengaduk-aduk bumbu ketopraknya, kerupuk-kerupuk itu akan berjatuhan. Memang apa susahnya sih mengaduk bumbu ketoprak dulu sampai rata baru menaruh kerupuknya? Ingin sekali ia protes tapi perut lapar dan janji kencan dengan seorang gadis menahannya. Ia tidak ingin kencannya rusak hanya karena perasaannya berantakan gara-gara tukang ketoprak.

Ia melahap habis ketopraknya. Mulutnya panas karena pedas. Saat tiba di stasiun Jatinegara giliran perutnya yang terasa mulas. Awalnya hanya mulas-mulas biasa lalu lama-lama seperti dililit ular sanca dan ia tahu kalau ia butuh toilet secepatnya.

Brrrooooottssss sssss. 

Serangan ketiga. Dan sekarang ia mempunyai alasan tambahan untuk semakin tidak menyukai ketoprak.

Sesuatu di sakunya bergetar sebanyak lima kali. Pasti pesan dari Nissa. Ia mengambil ponsel dari sakunya, melihat lima pesan masuk di BBMnya. Sesuai dugaannya, dari Nissa.

Qu uda ympe niph.

Kmu dmn eaa?

Qu di dpn Indomart

Pake baju pink

PING!!!

Sambil menahan rasa mulas di perutnya ia membalas.

Qu masi di jln bntar agy eaa..

Ia tidak mau mengaku kalau sekarang ia sedang berak dan mencret. Ia ingat petuah bijak dari kawannya, jangan meninggalkan kesan buruk di kencan pertama dengan seorang gadis. Mengaku sedang berak ditambah mencret akan meninggalkan kesan tidak elok di kepala si gadis. Maka ia lebih memilih untuk mengaku masih berada di kereta daripada bilang sedang berak padahal ia sudah sampai di tempat itu lebih awal.

Braaaaatbreeeet brooooot. Serangan beruntun.

"Anjing tanah!" ia kembali mendengus.

Rasa mulas di perutnya belum juga hilang. Bumbu macam apa yang ditaruh di ketopraknya sampai membuat perutnya meledak-ledak seperti itu dan belum mau berdamai meskipun sudah tiga menit ia duduk di WC.

Setelah ini ia berjanji akan memasukkan ketoprak ke dalam daftar makanan yang tidak akan ia makan lagi seumur hidup. Daftar nomor satu diisi oleh durian, nomor dua oleh sup iga yang pernah ia makan di depan sebuah rumah sakit, nomor tiga oleh soto ayam di stasiun Gambir yang dari aromanya saja sudah sulit dibedakan apakah itu soto ayam atau busa sofa yang kebasahan karena diguyur hujan selama tiga hari tiga malam.

Ketoprak menempati posisi nomor empat.

Lalu ia kembali teringat kawannya yang pernah memberinya petuah tentang bagaimana membuat kencan pertama begitu berkesan. Kawannya itu adalah seorang perawat yang juga punya ketertarikan lebih terhadap sejarah dan kaus kaki wanita dan memuja Asia Carrera dan pernah bercerita kalau Asia Carrera mempunyai IQ sebesar 180.

"Pintar-pintar tapi kok milih jadi pemain bokep ya?" ia pernah bertanya kepada kawannya perihal Asia Carrera.

Kawannya hanya menjawab enteng, "itu membuktikan kalau kebanyakan laki-laki itu dungu. Mereka lebih senang dengan wanita berbokong bagus daripada wanita berotak encer"

"Kamu sendiri lebih milih mana, wanita berbokong bagus tapi tolol atau wanita cerdas tapi bokongnya tepos?" 

"Tentu saja milih wanita berbokong bagus juga cerdas. Itulah kenapa aku suka sama Asia Carrera."

"Oh, pantas saja sampai sekarang kamu masih jomblo"

"Bajingan!"

Breeeetss breeeettt breeeeetsss. Serangan susulan. Perutnya masih saja terasa mulas dan anusnya mulai terasa panas. 

"Ketoprak jahanam!!"

PING!!!

PING!!!

PING!!!

Uda ympe blund?

Nissa kembali menghubunginya. Ia semakin gelisah. Perutnya masih belum mau berdamai dan tidak ambil peduli kalau pemiliknya sudah mempunyai rencana kencan dengan seorang gadis.

Jangan datang terlambat dan membuat pasangan kencanmu menunggu. Sungguh, tidak ada seorang pun yang senang menunggu kecuali kalau pasangan kencanmu adalah sopir angkot yang senang berlama-lama ngetem menunggu penumpang penuh. Petuah bijak nomor dua dari kawannya kembali terngiang. Ia tahu Nissa bukanlah sopir angkot dan ia sudah lama menunggu dan mulai bosan. Bahkan mungkin ia juga mulai kesal. Tapi rasa mulas seperti dililit ular sanca masih belum mau pergi dari perutnya. Padahal ia sendiri sudah mulai pegal dan anusnya terasa seperti dibakar.

Ia mencari berbagai alasan.

Eaa bentar agy kretanya ketahan niph huftbgt..

Nissa tidak membalas. Ia semakin gelisah dan takut kencannya akan berantakan.

Breeeetsss.

Breeetttss.

Cairan cokelat memyembur dari duburnya. Ia semakin kepayahan.

Breeeeettttssss. Berbarengan dengan itu ponselnya berdering. Ia melihat layar ponsel dan menemukan nama Nissa di sana. Ia kebingungan. Ia tidak bisa menjawab panggilan itu. Kebohongannya bisa terbongkar. Suara gema di dalam toilet bisa membuat Nissa tahu kalau ia sedang tidak berada di kereta. Ia juga takut suara semburan dari duburnya bisa didengar oleh Nissa. Lebih baik jangan diangkat, biarkan saja, pikirnya.

PING!!!

PING!!!

PING!!!

Nissa sudah mulai kesal rupanya. Ia bertambah gelisah. Mukanya sepucat mayat. Perutnya masih mulas-mulas.

Breeeetttttss lagi.

PING!!!

Kmu dmn cih?!!

Breeetttsss. Brooooottttsss.

Ia semakin kepayahan. Serangan itu belum mau berhenti sementara Nissa sudah mulai bosan menunggu. 

Lagi-lagi ponselnya berdering. Kali ini ia sudah tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus segera menemui Nissa. Dengan mulas yang masih tersisa ia memaksakan berhenti berak. Ia tidak mau rasa mulas itu membuat kencan pertamanya dengan Nissa berantakan. Lebih baik ia menahan mulas selama kencan daripada membuat gadis itu kecewa.

Ponselnya masih berdering. Ia menekan tombol flush di belakangnya. Tidak ada air yang keluar sama sekali. Ia menekannya lagi. Masih tidak ada air yang keluar. Ia menekannya lagi. Masih tetap sama. Tidak ada air yang keluar dan tinja cokelatnya yang encer masih mengambang di sana dan mulai bau. Ia tidak bisa menyiram tinjanya. Flushnya rusak.

"Anjing!"

Kali ini ia meraih kran air yang ada di depannya. Ia memutarnya. Air keluar sedikit, sedikit, sedikit lalu berhenti. Dan ketika ia melongok ke dalam ember yang ada di bawahnya ia baru sadar kalau embernya kosong.

"Bangsaaaaaaat!"

Ia tidak bisa menyiram tinjanya dan tidak bisa cebok. Ponselnya terus-menerus berdering. Dan perutnya mulas. Dan anusnya panas. Dan di sana bau sekali.



Tambun Selatan, 8 Januari 2016




Tidak ada komentar:

Posting Komentar