“Ayaah, aku ingin mencintaimu seperti kuku” tiba-tiba si
bundaa berkata sambil sesekali nyabutin bulu keteknya. Nyabutin bulu ketek
adalah salah satu rutinitas si bundaa dikala senggang. Saya yang saat itu
sedang tiduran di ranjang sambil maenin Gembi (boneka beruang milik Riry)
langsung tertawa.
“hahahaha”
“Kok ayah ketawa sih?”
“Ya abis lucu. Masa mencintai seperti kuku” kata saya
“Ya iya doong. Kuku kan tiap kali dipotong akan terus tumbuh
lagi dan tumbuh lagi. Jadi cinta bundaa juga akan terus tumbuh lagi dan tumbuh
lagi”
“Hahahaha” saya kembali tertawa. Romantis sekaligus polos.
Saya menyukai kepolosannya itu
“Kalau begitu, ayah juga ingin mencintai bunda seperti bulu
ketek” balas saya
“Ih kok bulu ketek sih?”
“Ya iya lah. Itu bulu ketek bundaa tiap hari dicabutin tapi
terus tumbuh lagi dan tumbuh lagi. Cinta ayah juga gitu. Tumbuh lagi tumbuh
lagi seperti bulu ketek. Hahaha”
Itulah salah satu contoh percakapan kami. Terkadang apa yang
kami perbincangkan atau perdebatkan adalah suatu hal yang amat sangat tidak
penting. Contoh lainnya seperti ini,
“Ayaaah jam 3 itu dibawah jam 1”
“Bukan bundaaa, jam 3 itu ya diatas jam 1”
“Ihh ayah gimana sih, coba liat jam dinding. Angka 3 itu
dibawah angka 1!!”
“Bundaa mah aneh. Angka 3 kan diatas angka 1. Jam 1 dulu
terus jam 2 baru jam 3. Jadi jam 3 itu diatas jam 1”
“Ayah yang aneh diih”
Begitulah. Jika kalian mengenal kami berdua maka kalian akan
tahu bahwa kami adalah pasangan yang berbeda hampir dalam segala hal. Atau kami
sama dalam suatu hal tapi berbeda dengan orang lain. Contoh yang paling
sederhana adalah si bundaa orang yang sangat mencintai kebersihan. Kegiatan
menyapu rumah bisa diulangi sampai beberapa kali. Sementara saya adalah tipe
orang yang sangat cuek dengan kebersihan. Alhasil setiap mau bobo kami selalu
terlibat masalah. Seperti ini,
“Ayah kalo mau naik ranjang cuci kaki dulu”
“Udah bundaa tadi pas ayah mau pipis”
“Tapi tadi kan ayah ke dapur dulu. Cuci kaki lagi”
“Yaaa ke dapur Cuma beberapa langkah ko, ngapain cuci kaki
lagi”
“Tetep aja kotor lagi. Ayo cuci kaki lagi”
Pada akhirnya salah satu diantara kami harus ada yang saling
mengalah. Jadi bisa dibayangkan betapa keras kepalanya si Riry bukan?
***
Ya itulah si bundaa, istri saya yang paling sabar. Yang suka
minta dibeliin buku tapi tidak pernah dibaca. Yang sukanya malah baca Majalah
Misteri atau Majalah Hidayah. Yang tidak mengizinkan buku biografi Kurt Cobain
saya bawa, padahal tidak pernah dia baca juga.
Itulah si bundaaa, istri saya yang selalu curiga dan
cemburu.
“Ayaah, Bu Siti itu siapa?”
“Itu bossnya ayah, Bund”
“Ko minta dibeliin soto segala?”
“Ya namanya juga boss, bund. Sukanya nyuruh anak buah”
“Bundaa gak suka”
“Yaaa masa cemburu sama Bu Siti? Umurnya aja sepantaran sama
si Mamah”
Yaa memang itulah si bundaa. Yang suka cemburu apalagi kalo
sama Rini.
“Ayah pasti lagi mikirin Rini”
“Apaan sih bund? Ayah lagi mikirin utang nih. Uang asuransi
Riry belum bayar”
“Boong aah. Bundaa tau ayah lagi mikirin Rini”
“Aiih gak percayaan. Bundaa kan tau uang lauk-pauk ayah gak
cair mulai bulan ini”
Yaa begitulah si bundaa. Suka bertanya hal-hal yang tidak
ada hubungannya. Dan suka bertanya hal-hal yang tidak ada jawabannya.
“Ayaah. Apa alasan ayah mencintai bundaa?”
“Gak tau, Bund”
“Ko gak tau sih?”
“Yaa cinta kan gak butuh alasan, Bund?”
“Pokoknya harus ada dih”
“Yaa gak ada bundaa. Kata orang bijak juga cinta adalah
ketika kau mencintai seseorang tapi tidak tahu karena apa kau mencintainya”
“Ah boong. Buktinya ayah cinta sama Rini karena dia pinter
dan bercandanya nyambung”
“Ayah gak cinta sama Rini, Bundaaaa”
“Dulu”
“Iya dulu, sekarang kan udah gak. Lagian kok ujung-ujungnya
Rini lagi Rini lagi sih, Bund?
“Ya abis ayah gak punya alasan kenapa bisa cinta sama
bundaa?”
“Kan tadi ayah bilang, cinta itu gak butuh alasan bundaa.
Kalo udah punya alasan berarti itu bukan cinta lagi, Bund”
“Huuh”
Dan begituah si bundaaa dengan segala kepolosannya. Dan
sampe sekarang pun saya masih belum menemukan alasan kenapa saya bisa
mencintainya. Kalo si bundaa nanya lagi, jawabannya pun akan selalu tetap sama.
Cinta itu adalah ketika kita mencintai seseorang tanpa pernah kita tahu alasan
kenapa kita bisa mencintainya. Sederhananya adalah cinta itu tidak butuh
alasan, bundaaa.
Kampung Melayu, 29 April 2014
Di kamar kost dan saya yang disuruh si bundaa buat segera
memposting tulisan ini
Catatan :
1. Riry = nama anak kami. Nama lengkapnya Oryza Sativa
2. Gembi = nama boneka beruang milik Riry. Terinspirasi dari musisi free jazz nasional, Gembira Putra Agam
3. Bunda = panggilan kesayangan untuk istri saya
4. Ayah = panggilan kesayangan saya dari si bundaa
5. Mamah = sebutan untuk mama mertua saya