Jumat, 04 Maret 2016

Live Forever Untuk Arap Paong

"Orang mana, Mas? Baru, ya?" gadis itu bertanya sembari menuliskan pesananku. Rambutnya dicat pirang seperti Courtney Love di tahun 1992. Alis matanya tegas, tidak terlalu tebal. Aku menduga ia menghabiskan 45 menit hanya untuk menggambar alis matanya dengan presisi setegas itu. Tangan kirinya memegang sebuah kertas dan daftar menu. Ada tato bunga mawar di tangan kanannya.

"Kuningan" jawabku.

"Kuningan?" Ia mengulanginya, mungkin ragu dengan Kuningan mana yang aku maksud.

"Iya, Kuningan. Jawa Barat" jelasku.

"Aku juga orang Kuningan" katanya cepat.

"Oh, ya? Di mana Kuningannya?"

"Bandorasa"

"Wah, dekat dong. Aku di Cilimus" kataku sambil tersenyum. Aku lihat ia juga balik tersenyum.

Ia kemudian mengulang pesananku ; dua bir Bintang botol kecil dan kentang goreng rasa balado.

"Mau ditulis nomor mejanya atau nama Mas?" tanyanya lagi.

"Nama saja. Arab." jawabku.

"Arab?" ia kembali mengulang perkataanku. Alis kanannya ditarik ke atas, mungkin ia ragu apakah itu nama asliku atau bukan.

"Iya, Arab" kataku sambil menahan tawa.

"Hiiiih. Nama aslinya?" ia menekan kata hiiiih dengan nada sedikit gemas.

"Fickar."

"Oke. Atas nama Fickar ya?" ia kembali mengulanginya, lalu berbalik meninggalkanku. Aku masih melihat rambut pirangnya dan tato mawar di tangan kanannya.

Hujan deras memandu gelaran Live Forever Volume 8 yang tetap di helat di tempat yang sama seperti sebelumnya, Famouz Cafe. Aku dan temanku memaksakan tetap hadir meskipun hujan. Sebenarnya, sore itu suasana hatiku sedang buruk. Aku baru saja menerima undangan pernikahan dari mantan pacarku. Aku pikir daripada menghabiskan sisa malam itu dengan bersedih lebih baik aku datang ke acara Live Forever. Kebetulan temanku menjadi MC di acara itu. Maka meskipun hujan aku tetap memaksakan berangkat.

Kami sempat berteduh sebentar di sebuah Indomart sebelum kemudian melanjutkan perjalanan. Sialnya, 20 meter menjelang venue, jalanan macet dan hujan semakin deras. Tubuhku basah kuyup, merembes sampai ke celana dalamku dan sisa malam itu harus aku habiskan dengan menahan rasa dingin yang menjalar di selangkanganku.

Gadis itu kembali dengan membawa pesananku. Sebenarnya aku ingin mengajaknya mengobrol tapi ia keburu pergi. Pengunjung sedang ramai dan aku merasa tidak enak hati jika ajakanku malah mengganggu pekerjaannya.

Aku membakar rokok dan menyesap bir yang baru saja datang. Dingin, sedingin selangkanganku. Acara belum dimulai meskipun para pengunjung sudah ramai. Dari obrolan panitia yang aku dengar, mereka masih menunggu beberapa penampil yang belum tiba karena terjebak hujan.

Line up Live Forever kali ini diisi dengan tiga band dari ranah musik yang berbeda-beda. Hanyaterra, dari Jatiwangi, Majalengka, memainkan musik dari instrumen yang terbuat dari genteng dan keramik. Klopediakustik, duo-folk dari Kuningan, membawakan lagu-lagu ringan tentang kisah sehari-hari. Dan Heals, rekrutan anyar FFWD, membangkitkan kembali kebisingan musik-sepatu ala My Bloody Valentine. Dan tambahan aksi live drawing dari Sautel Cago (Prancis), serta hiburan bubaran hajatan dari DJ Marine.

Acara sempat molor satu jam dari jadwal sebelum akhirnya Hanyaterra memulai aksinya. Aku merapat mendekati panggung, meskipun dengan celana basah. 

Mereka memainkan musik dengan riuh dan perkusif tapi enak didengar. Selain itu mereka juga membawa dedek-dedek gemes yang nyaman dipandang. Meskipun sesekali mataku bergerak mencari di mana gadis bertato mawar itu berada. Aku melihatnya sibuk mondar-mandir mengantar pesanan. Rambut pirangnya menyala di tempat yang minim cahaya. Ia terlihat sangat sibuk. Aku mengurungkan niatku untuk mengajaknya ngobrol dan kembali menikmati aksi Hanyaterra.

Setelah keriuhan yang dibawa Hanyaterra, Klopediakustik membuat malam berhujan itu kembali tenang dengan lagu-lagunya. Lagu-lagu mereka sederhana dan bernuansa riang, bercerita tentang kerinduan kepada rumah nenek, atau tentang permen. Aku menikmatinya dengan sebotol bir yang tinggal setengah dan celanaku yang masih tetap basah.

Acara itu selesai sekitar pukul 12 dini hari. Heals yang menjadi aksi penutup untuk malam itu. Suasana tenang ketika Klopediakustik bermain kembali berubah menjadi panas saat Heals tampil. Berbeda dengan musiknya yang serius, para personil Heals malah lebih santai. Ketika terjadi gangguan pada sound salah satu gitaris mereka, mereka malah bercanda dengan berkata akan menyanyikan lagu Sheila On 7 dan sempat memainkan 5 detik intro Semua Tentang Kita milik Peterpan.

Selama Heals bermain Sautel Cago mengiringi mereka dengan mural-mural digitalnya. Aku kembali merangsek mendekati panggung dan untuk sementara perhatianku teralihkan dari gadis bertato mawar ke pemain bass Heals. Hanya karena celana dalamku ikut basah saja aku jadi tidak bisa menikmatinya secara maksimal. Kirik!

Setelah Heals selesai DJ Marine mengisi soundtrack bubaran hajatan dari perangkat DJnya. Aku kembali duduk di kursiku, menikmati alunan musik yang merayu-rayu untuk berjoget. Sayang sekali, aku belum mabuk dan birku sudah keburu habis.

Aku kembali celingukan mencari gadis bertato mawar itu. Aku ingin memesan sebotol bir lagi dan mengajaknya mengobrol. Tapi aku tidak menemukan rambut pirangnya yang menyala-nyala. Mungkin gadis itu sudah pulang. Ah, sayang sekali. Tiba-tiba saja aku merasa sedih.

Temanku datang menghampiri dan menyodorkan sebotol bir Bintang kepadaku. Aku langsung menenggaknya. Bir merupakan teman untuk laki-laki yang sedih, begitu kata Eka Kurniawan dalam salah satu novelnya. Lumayan, pikirku. Tapi ternyata botol itu cuma kamuflase belaka. Isinya bukan bir, melainkan anggur merah. Aku ingin mabuk tapi acara sudah usai dan gadis bertato mawar itu (mungkin) sudah pulang dan minggu depan mantan pacarku akan menikah. Aah, tai!
 

SETLIST :

HANYATERRA :
1. Hidden Sound #1
2. Hanya Tanah
3. Tanah Cahaya
4. Hulu Hilir

KLOPEDIAKUSTIK :
1. Our Dream
2. Empty House
3. Apapun Mungkin
4. Hungry
5. Rain & Stars
6. Candy

HEALS :
1. MBV
2. Monolove
3. Intro + Lunar
4. Anas
5. Intro + Void
6. Azure