Sabtu, 31 Agustus 2013
Pagi itu adalah hari terakhir
di bulan Agustus. Masih jam 5 pagi, saya sudah mandi padahal masih mengantuk. Biasanya
hari Sabtu saya pergunakan dengan baik untuk bobo sepuasnya tapi tidak pada
pagi itu. Semua saya lakukan demi Bandung Zine Fest yang digelar siang harinya.
Saya naik angkot 04 menuju
terminal Depok. Tentu saja saya tidak sendirian. Saya berangkat bersama kawan
saya yang seorang Musisi (dengan M besar) bernama Resqioso, yg beberapa bulan
lalu merilis split album perdananya yang sayangnya luput dari pantauan radar media-media
musik tanah air dari mulai Rolling Stone sampai Jakartabeat.
Tapi tidak apa-apa. Resqioso
masih tetap terlihat gagah di mata saya, apalagi dengan tulisan "Saya
Seorang Musisi" di kaosnya yang makin memantapkan kegagahannya.
Sekitar jam 6.30 kami berdua
sudah tiba di terminal Depok. Sebelum naik bus MGI jurusan Bandung kami jajan
dulu beberapa buah cemilan + susu biar sehat. Kami mengambil deretan kursi di
belakang dan mulai memakan cemilan yang kami beli. Perbincangan saat itu masih
berkutat seputar "Kenapa Ukuran Beng Beng Semakin Kecil?". Dan mereka
gak bilang-bilang dulu, tau-tau udah kecil aja.
Ditengah panasnya
perbincangan pagi itu kemudian masuklah ke dalam bis seseorang yang terlihat
biasa saja dan menggendong ransel. Tapi kami berdua tidak bisa tidak peduli
karena kaos yang dipakenya. Dia pake kaos CRASS, band punk nan legendaris itu.
Kemudian dia duduk di samping tempat duduk kami. Tapi kami tidak menyapanya
karena kami kembali terlarut ke dalam perbincangan soal Beng Beng.
Bus pun kemudian berangkat.
Saya memilih untuk bobo selama perjalanan. Sembari mendengarkan Sarita Fraya
yang disetel oleh kawan saya dari disc-man yang dibawanya, yang kerapkali mati
karena optiknya sudah mulai tidak beres. Tapi perjalanan baru dimulai setelah
kami tiba di Longriver Bus Station (terjemahan bebas : Terminal Leuwipanjang)
Sebelum turun saya sempat
bertanya kepada sopir busnya,
"Pak, kalo mau ke Jalan Perintis
Kemerdekaan naik apa yah?"
"Jalan
Kemerdekaan?"
"Jalan Perintis
Kemerdekaan, Pak"
"Oh, naik Damri jurusan
Ledeng-Leuwipanjang"
Setelah mendapat petunjuk
dari supir bus MGI itu akhirnya kami berdua pun bergegas mencari mobil Damri
yang dimaksudkannya. Tapi si Resqioso malah berputar-putar kemana-mana sampai
kami keluar terminal dan pusing. Karena pusing saya tanya lagi bapak-bapak
penjual es doger. Si bapak terlihat senang ketika saya berjalan ke arahnya.
Mungkin dikiranya saya mau beli es doger padahal mah enggak.
"Pak, tau Jalan Perintis
Kemerdekaan gak?"
"Gak tau"
"Kalau bus Damri lewat
sini gak, Pak?"
"Oh, bus Damri mah ga
lewat sini"
"Yaudah makasih,
Pak"
"Iya sama-sama"
Saya perhatikan wajahnya
kecewa karena saya gak beli es dogernya.
Untuk memastikan lagi saya
kemudian bertanya kepada satpam yang terlihat ada disitu. Sementara di sisi
lain Resqioso sedang sibuk nelpon.
"Lapor Pak Satpam, saya
mau bertanya"
"Silahkan"
"Klo bus Damri lewat
sini gak?"
"Wah gak lewat"
"Terus lewat mana
dong?"
"Lewat belakang
sana" katanya sambil menunjuk ke suatu arah.
"Jadi saya harus kesana,
Pak?"
"Iya"
"Yaudah makasih Pak
Satpam. Selamat bertugas"
Kemudian saya meninggalkannya
dan menuju ke arah yang tadi ditunjukan olehnya. Resqioso sudah berhenti
menelpon. Kemudian berkata,
"Kata Kontong (nama
lengkapnya Pemotolkontong-red), kita naik Damri jurusan Cicaheum nanti turun di
BNI nanti dijemput sama panitia"
Kami jadi bingung. Naik Damri
jurusan Ledeng apa Cicaheum yg bener??
Selang beberapa saat menunggu
lewatlah Damri jurusan Ledeng dan bertanyalah saya sama keneknya.
"Pak, lewat jalan
Perintis Kemerdekaan gak?"
"Iya lewat"
Kemudian kami pun naik.
Setelah di dalam saya baru sadar orang yg tadi saya tanya ternyata bukan kenek
busnya, melainkan penumpang biasa. Ketika si kenek asli lewat dan menagih
ongkos, si Resqioso bertanya lagi,
"Pak ini lewat Braga
kan?"
"Wah enggak. Salah naik,
cepet turun"
Waduh saya dan Resqioso
bingung dan salting karena salah naik jurusan.
"Yaudah Pak saya mau
turun" kata Resqioso.
"Yaudah sana turun"
jawab si kenek tanpa ekspresi sementara mobil masih melaju kencang. Anjis nih
kenek horor banget dikiranya saya sama Resqioso bisa akrobat turun gitu aja
dari bus yang masih melaju?
Setelah turun kami berdua
celingak-celinguk gak puguh. Resqioso nanya ke tukang parkir disitu, katanya
disuruh naik Damri jurusan Cicaheum. Ya sudah sambil menunggu saya dan Resqioso
membeli cimol yang kata Resqioso rasanya hambar tapi tetep abis dimakan, karena
lapar.
Beberapa menit kemudian Damri
jurusan Cicaheum pun lewat. Masih kosong. Kami pun bisa duduk dengan tenang.
Mobil kembali melaju. Kemudian si Resqioso bilang ke sopirnya,
"Pak nanti turun di Bank
Indonesia ya?"
"Bank Indonesia? Oh iya
iya" kata Pak Supir yang rambutnya sudah beruban itu.
Mobil melaju dengan santai
sambil mencari penumpang. Di perjalanan saya melewati RS Immanuel dan teringat
kepada Panji temannya Pak Wapres yang katanya kerja disitu. Katanya mesin
absensi di rumah sakit itu canggih. Kalau karyawannya absen disitu si mesin
bisa ngomong sendiri.
"Selamat datang Panji
Nugraha. Kamu datang jam 6.45"
Kalau ulang tahun secara
otomatis mesin absensi itu juga akan mengucapkan selamat,
"Selamat ulang tahun,
Panji Nugraha"
Kalu sering telat,
"Selamat datang Panji
Nugraha. Kamu kok datangnya telat terus sih?"
Begitulah yang dikisahkan
oleh Pak Wapres. Saya mengingatnya sembari menikmati perjalanan.
Kemudian setelah belokan
melewati Mesjid Raya Bandung tiba-tiba bus itu berhenti.
"Eh tadi ada yang mau
turun di Bank Indonesia ya? Itu banknya" kata Pak Supir sambil menunjuk ke
sebuah bangunan.
Saya dan Resqioso yang lagi
santai-santainya pun bergegas turun dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
"Makasih, Pak" kata
kami berdua penuh senyuman.
Kami pun berjalan ke arah
bangunan yang tadi ditunjukkan oleh Pak Supir. Jreeeng jreeeng jreeeeng, terus
saya lihat nama bangunan itu yang tercetak besar, BANK RAKYAT INDONESIA.
"Anyiiiing itu mah Bank Rakyat Indonesia anyiiiing bukan Bank Indonesia anyiiing
supir Damri anyiiiiing!!" kata
saya kesal (dalam hati).
Dalam keadaan hampir putus
asa kami pun bertanya kepada pak polisi yang kebetulan berjaga di pos di dekat
situ. Setelah Pak Polisi menjelaskan panjang lebar kami memutuskan untuk
berjalan kaki saja karena takut kembali nyasar. Dan anyiiiiing ternyata jauh juga anyiiiing
dari situ sampe ke Gedung Indonesia Menggugat. Kami kelelahan dan lapar karena
belum makan.
Setelah berjalan jauh
(ditambah bertanya kepada 1 tukang parkir, 1 kasir Circle K yang ga tau
apa-apa, sama 1 tukang siomay) akhirnya kami tiba di tempat tujuan! Yes !
Setelah disambut oleh
entah-siapa-namanya-saya-lupa-lagi, kami pun segera diantar ke meja nomer 36,
tempat dimana si Pemotolkontong sudah tiba duluan. Disana nampak sudah berjejer
Papernoise Zine dan sosok Pemotolkontong dengan rambut-kelimis-gemesnya (untuk Bagongtempur
dan Korongmentah, sepertinya kalian mempunyai 1 lagi sodara kembar).
Saya pipis dulu karena dari
tadi kebelet. Dan beberapa kejadian di Bandung Zine Festnya saya skip. Pokoknya menyenangkan sekali. Saya
beli funzine Muchos Libre dan menemukan pesan sayang saya dimuat disana.
(Makasih Muchos Libre, barakallah). Juga bertemu zinemaker Cirebon, um Alam
dengan rambut barunya. Ada juga Kak Manan, editor Primitif Zine yang sayangnya
hari itu gak bawa Primitif Zine, juga bertemu dengan Fanny (konon dia ini
gebetannya Pemotolkontong, tapi ssst kita diam-diam saja ya?) Juga temennya
Fanny yaitu Darlin dan 1 lagi siapa-namanya-saya-gak-tau yg bawa-bawa papan
skate aja (saya suka janggutnya, serius). Juga akhirnya Pak Pinred Papernoise
datang beserta Bu Pinred. Juga a Idham. Sayangnya Pemotolwansky (temennya a
Idham) gak datang. Tidak lupa saya lihat ada Kak Gembi. Dan seorang gadis
berkerudung yang dengan sangat antusias bertanya,
"Waaaw ini zinenya Mas
Dudu yaa?"
Saya dan Bu Pinred yg
kebetulan saat itu lagi jaga stand terkesima seketika. Dudu semakin ngetop! Dudu
yang dulu bukanlah Dudu yang sekarang! Dan masih banyak lagi dan pokoknya
menyenangkan sekali dan saya bawa banyak zine (bisa lebih banyak lagi sih tapi
ngantri motocopynya).
Sementara itu di sela waktu
ketika saya dan si Musisi Resqioso sedang asik duduk, berkatalah ia kepada
saya.
"Cruut, lu liat orang di
depan kita itu"?
Saya melihat ke depan, ke
meja tempatnya Paper Zine. Saya perhatikan orang yang ditunjuk Resqioso. Saya
lihat dia pake kaos CRASS! Wah itu orang yang tadi pagi saya liat di bus MGI!
Ternyata dia juga bertujuan ke Bandung Zine Fest!
"Bego lu Tot, klo tau
dia kesini sih tadi kita bareng aja biar gak nyasar"
"Elu bego !"
***
Segera setelah diskusi yang
diselenggarakan oleh panitia berakhir kami pun segera membereskan
barang-barang. Sambil menunggu Bu Pinred yang akan menjemput, kami memutuskan
untuk mencari makan terlebih dahulu. Akhirnya kami menemukan tukang nasi goreng
di depan Bank BNI. Saya pesen 3 porsi, 1 gak pedes, 1 sedeng, 1 lagi pedes.
Setelah nasgor tandas kami tidak langsung bayar, karena si tukang nasgornya
terlihat sedang asyik-masyuk menelpon. Tiba-tiba ada tukang bakpao lewat dan si
Pemotolkontong teriak.
"Mang, masih ada gak
bakpaonya?"
"Masih"
Si Kontong segera
menghampirinya. Rupanya dia masih lapar. Saya kemudian menyusul karena ternyata
masih lapar juga.
"Berapaan Mang"
kata si kontong
"6 rebu"
"10 rebu 2 ya?"
Si mamang diem aja. Diem
berarti tandanya tidak setuju. Jadilah si kontong cuma beli 1, rasa sapi. Saya
juga beli 1, rasa kacang. Kami balik lagi ke tempat semula.
Bu Pinred belum nyampe juga.
Katanya jalanan macet. Maklum malam minggu.
Tiba-tiba Bagongtempur dan
Korongmentah dkk datang menyambangi tukang nasgor. Tapi saat itu tukang
nasgornya sedang tidak ada.
"Mamang nasgornya lagi
nyuci piring dulu" kata saya ke si Bagongtempur. (Sebenarnya saya belum
bisa membedakan mana Bagongtempur dan mana Korongmentah). Untunglah mereka bisa
sabar menunggu. Setelah tukang nasgornya kembali mereka pun memesan nasi goreng
dengan porsi ekstra. Tetapi kayaknya si tukang nasgor tidak mendengarnya jadi
dikasih porsi biasa.
Sembari menunggu jemputan, saya
dan Resqioso tiduran di trotoar. Mengingatkan saya pada lagu Morfem, Tidur
Dimanapun Bermimpi Kapanpun. Hari itu memang melelahkan sekali. Saya hampir
tertidur ketika si Kontong ngasih tahu kalau jemputan sudah datang. Kami pun
segera membayar nasgor yang tadi kami beli. Dan berpamitan kepada kawan-kawan
dari Muchos Libre yang saat itu sedang menyantap nasi goreng.
***
Dalam perjalanan menuju kosan
Kinung untuk numpang bobo kami mampir sebentar di pom bensin. Saya mau transfer
ke si bundaaa. Lalu berhenti lagi di Indomart. Saya beli soda susu, rokok, sama
Snifer yang kata si Resqioso kalo beli 2 gratis 1 dan ternyata dia benar! Dan
beli teh botol kotak. Benar sekali, teh botol dalam kotak. Ajaib!
Lalu tibalah kami di kosan
Kinung. Si Kinung tampak sedang bermain balap mobil F1 di depan komputernya.
Saya segera berganti baju dan cuci kaki. Bersiap-siap untuk bobo. Kemudian
kehebohan terjadi. Dompet si Resqioso hilaaaaaang!! Semua kaget. Kami segera
mencari di sekitar kamar, nihil. Lalu kembali ke mobil Bu Pinred, cari disana
masih nihil juga! Saya ingat-ingat lagi. Wah terakhir si Resqioso ngeluarin
dompet itu waktu di tukang nasgor, jangan-jangan ketinggalan disana! Segera
diputuskan Resqioso, Pemotolkontong, Bu Pinred beserta Pak Pinred kembali
mengecek ke tempat kejadian perkara. Saya dan Kinung tidak ikut. Karena amat
mengantuk saya sempat tertidur sebentar dan tanpa sadar ketika terbangun sudah
ada Kimul dan Apoy disana. Juga Resqioso dan Pemotolkontong sudah kembali. Saya
memutuskan untuk bobo kembali karena amat mengantuk. Lamat-lamat saya dengar
kalau dompet itu ditemukan di depan gerbang kosan Kinung. Juga terdengar
kata-kata Pemotolkontong, "eh gue keinget aja temen si Fanny tadi. Lucu
ya? Gayanya lolita-lolita gitu". Lalu saya tidak ingat apa-apa lagi dan
bobo dengan pulas. Sungguh hari yang menyenangkan.
Kampung Melayu, 1 September
2013