Senin, 22 Desember 2014

Urip (yang tidak sedang) Mengkenen Temen : Untuk Si Mamah Yang Tidak Pernah Terlihat Tua



Hidup tidak hadir dengan sebuah buku panduan. Ia hadir melalui seorang ibu.

Beuh keren sekali kan kutipan diatas? Tentu saja keren karena itu bukan kutipan dari saya. Saya menemukannya dari linimasa seseorang di twitter. Maklum hari ini kan Hari Ibu jadi di media sosial orang rame-rame mem-posting segala hal tentang ibu.

Tapi mari kita baca secara seksama kutipan diatas. Tidak seperti handphone atau barang elektronik lainnya yang begitu kita beli lalu buka kita akan mendapatkan booklet berisi panduan dan segala tetek-bengeknya (meskipun saya yakin buku panduan itu tidak pernah dibaca), hidup manusia tidak seperti itu. Kita brojol ke dunia tanpa tahu apa-apa. Kecuali nangis karena lapar dan minta nenen. Itupun tidak serta-merta langsung ngomong ke ibu kita “Mah nenen dong Mah?”. Semua membutuhkan proses yang tidak sebentar. Dari mulai kita belajar merangkak, berdiri, berjalan sampai bisa berbicara. Dan dari semua proses itu, ibu adalah seseorang yang mempunyai peranan yang sangat besar dan krusial. Maka tidak heran juga kalau ada idiom yang menyebutkan kalau proses pembelajaran pertama seorang anak berasal dari ibunya. Coba saja perhatikan para mamah-mamah muda kalau sedang mengajari anaknya bicara. “Ma ma, pa pa, da da” begitu berulang-ulang dengan wajah ceria dan penuh kehangatan. Mengenalkan nama-nama hewan, pohon, bunga dan semua benda yang ada di sekelilingnya.

Maka adalah sebuah usaha yang sia-sia jika kita ingin mencoba menghitung jasa-jasa seorang ibu. Menghitungnya saja sudah susah bagaimana cara kita membalasnya? Wah ini menurut saya lebih susah lagi. Tapi kalau saya pribadi sih percaya cara sederhana untuk membalas jasa seorang ibu adalah dengan tidak membuatnya kecewa. Yah meskipun saya bukanlah anak yang baik-baik amat, suka coli, suka minum bir, suka ngecein Jonru dan Felix Siauw, dan di pilpres kemarin dengan rendah hati menolak  ajakan ibu saya  untuk nyoblos Prabowo tapi kalau berada di depan ibu saya sebisa mungkin bersikap seperti anak yang baik-baik. Semata karena saya benar-benar tidak ingin membuatnya merasa kecewa karena sudah melahirkan anak sebadung saya. Semoga itu semua cukup untuk membuatnya bahagia.

Diantara jasa-jasanya yang segunung itu, ada satu hal yang saya syukuri telah Mamah (ini panggilan untuk ibu saya) wariskan kepada saya, yaitu kegemarannya membaca dan mendengarkan musik. Kesukaan saya terhadap buku dan musik itulah yang saya kira berasal dari ibu saya. Saya sendiri sebenarnya juga tidak tahu kenapa saya bisa tumbuh dengan suka membaca, hanya saja dulu waktu kecil saya sering kali meliha si Mamah sedang membaca cerpen di Majalah Femina atau pun di Majalah Kartini. Kadang si Mamah membacanya ketika sedang menunggu nasi matang atau ketika potong rambut di salon. Saya juga ingat dulu si Mamah pernah membaca sebuah novel berjudul Kisi-Kisi entah karangan siapa. Aneh juga, saya masih mengingatnya sampai sekarang meskipun pada waktu itu saya tidak pernah membacanya. Mungkin saja dari situ hasrat membaca saya mulai tumbuh. Apalagi ketika saya sudah  mulai masuk sekolah dasar, si Mamah terkadang suka membawa buku bacaan dari perpustakaan sekolahnya ke rumah. Satu judul buku yang saya ingat adalah kumpulan cerita Petani Dan Kerbaunya. 

Begitu juga halnya dengan musik. Pendidikan musik pertama saya bisa dibilang berasal dari si Mamah juga. Dari sejak saya TK saya sudah akrab dengan lagu-lagunya Oma Irama, Elvie Sukaesih, Rita Sugiarto sampai Evi Tamala. Juga dengan lagu-lagu pop Sunda macam Darso, Yayan Jatinika ataupun Hetty Koes Endang. Saya dapatkan semuanya dari si Mamah. Karena si Mamah ini rutin menyetel lagu-lagu tadi setiap sore. Biasanya sih sambil beliau ngepel. Atau kalau tidak menyetel lagu-lagu dari penyanyi tadi si Mamah akan mendengarkan siaran radio yang juga memutarkan lagu-lagu dangdut atau pop Sunda.

Mungkin karena itu juga sampai sekarang saya lebih merasa akrab dengan lagu-lagu dangdutnya Rhoma Irama ataupun Evi Tamala dibandingkan dengan misalnya Cita Citata atau pedangdut masa kini lainnya. Karena sering diperdengarkan sejak saya kecil maka lagu-lagu dangdut juga pop Sunda tadi begitu menempel di alam bawah sadar saya. Meskipun lagu-lagu tadi sangat-tidak-obscure-dan-gaul sama sekali tapi saya selalu suka setiap kali mendengarnya.

“Urip mengkenen temen” begitu kawan saya Yosie Rivanto sering berkata.   Terkadang saya sendiri pun sering merasakan berada di situasi tersebut. Situasi yang urip-mengkenen-temen, situasi yang kadang selalu membuat saya merasa, “anjiir kok idup gini-gini amat ya?”. Tapi dengan buku-buku yang pernah saya baca dan musik yang pernah saya dengarkan saya merasa bahwa hidup juga terkadang menyenangkan. Tidak selalu untuk menggerutu dan menyesali. Bahwa biasanya dengan membaca buku dan mendengarkan lagu kesukaan sambil ngopi, hidup saya sudah terasa indah seperti di surga. Untuk kedua hal itu saya merasa sangat berterima kasih kepada si Mamah. 

Terimakasih Tuhan sudah memberi ibu yang tidak pernah terlihat tua di mata saya. Selamat hari ibu dan i love you.