Senin, 02 September 2013

Menuju Bandung Zine Fest 2013 bersama Sang Musisi !!


Sabtu, 31 Agustus 2013

Pagi itu adalah hari terakhir di bulan Agustus. Masih jam 5 pagi, saya sudah mandi padahal masih mengantuk. Biasanya hari Sabtu saya pergunakan dengan baik untuk bobo sepuasnya tapi tidak pada pagi itu. Semua saya lakukan demi Bandung Zine Fest yang digelar siang harinya.

Saya naik angkot 04 menuju terminal Depok. Tentu saja saya tidak sendirian. Saya berangkat bersama kawan saya yang seorang Musisi (dengan M besar) bernama Resqioso, yg beberapa bulan lalu merilis split album perdananya yang sayangnya luput dari pantauan radar media-media musik tanah air dari mulai Rolling Stone sampai Jakartabeat.

Tapi tidak apa-apa. Resqioso masih tetap terlihat gagah di mata saya, apalagi dengan tulisan "Saya Seorang Musisi" di kaosnya yang makin memantapkan kegagahannya.

Sekitar jam 6.30 kami berdua sudah tiba di terminal Depok. Sebelum naik bus MGI jurusan Bandung kami jajan dulu beberapa buah cemilan + susu biar sehat. Kami mengambil deretan kursi di belakang dan mulai memakan cemilan yang kami beli. Perbincangan saat itu masih berkutat seputar "Kenapa Ukuran Beng Beng Semakin Kecil?". Dan mereka gak bilang-bilang dulu, tau-tau udah kecil aja.

Ditengah panasnya perbincangan pagi itu kemudian masuklah ke dalam bis seseorang yang terlihat biasa saja dan menggendong ransel. Tapi kami berdua tidak bisa tidak peduli karena kaos yang dipakenya. Dia pake kaos CRASS, band punk nan legendaris itu. Kemudian dia duduk di samping tempat duduk kami. Tapi kami tidak menyapanya karena kami kembali terlarut ke dalam perbincangan soal Beng Beng.

Bus pun kemudian berangkat. Saya memilih untuk bobo selama perjalanan. Sembari mendengarkan Sarita Fraya yang disetel oleh kawan saya dari disc-man yang dibawanya, yang kerapkali mati karena optiknya sudah mulai tidak beres. Tapi perjalanan baru dimulai setelah kami tiba di Longriver Bus Station (terjemahan bebas : Terminal Leuwipanjang)

Sebelum turun saya sempat bertanya kepada sopir busnya,

"Pak, kalo mau ke Jalan Perintis Kemerdekaan naik apa yah?"

"Jalan Kemerdekaan?"

"Jalan Perintis Kemerdekaan, Pak"

"Oh, naik Damri jurusan Ledeng-Leuwipanjang"


Setelah mendapat petunjuk dari supir bus MGI itu akhirnya kami berdua pun bergegas mencari mobil Damri yang dimaksudkannya. Tapi si Resqioso malah berputar-putar kemana-mana sampai kami keluar terminal dan pusing. Karena pusing saya tanya lagi bapak-bapak penjual es doger. Si bapak terlihat senang ketika saya berjalan ke arahnya. Mungkin dikiranya saya mau beli es doger padahal mah enggak.

"Pak, tau Jalan Perintis Kemerdekaan gak?"

"Gak tau"

"Kalau bus Damri lewat sini gak, Pak?"

"Oh, bus Damri mah ga lewat sini"

"Yaudah makasih, Pak"

"Iya sama-sama"

Saya perhatikan wajahnya kecewa karena saya gak beli es dogernya.

Untuk memastikan lagi saya kemudian bertanya kepada satpam yang terlihat ada disitu. Sementara di sisi lain Resqioso sedang sibuk nelpon.

"Lapor Pak Satpam, saya mau bertanya"

"Silahkan"

"Klo bus Damri lewat sini gak?"

"Wah gak lewat"

"Terus lewat mana dong?"

"Lewat belakang sana" katanya sambil menunjuk ke suatu arah.

"Jadi saya harus kesana, Pak?"

"Iya"

"Yaudah makasih Pak Satpam. Selamat bertugas"

Kemudian saya meninggalkannya dan menuju ke arah yang tadi ditunjukan olehnya. Resqioso sudah berhenti menelpon. Kemudian berkata,

"Kata Kontong (nama lengkapnya Pemotolkontong-red), kita naik Damri jurusan Cicaheum nanti turun di BNI nanti dijemput sama panitia"

Kami jadi bingung. Naik Damri jurusan Ledeng apa Cicaheum yg bener??

Selang beberapa saat menunggu lewatlah Damri jurusan Ledeng dan bertanyalah saya sama keneknya.

"Pak, lewat jalan Perintis Kemerdekaan gak?"

"Iya lewat"

Kemudian kami pun naik. Setelah di dalam saya baru sadar orang yg tadi saya tanya ternyata bukan kenek busnya, melainkan penumpang biasa. Ketika si kenek asli lewat dan menagih ongkos, si Resqioso bertanya lagi,

"Pak ini lewat Braga kan?"

"Wah enggak. Salah naik, cepet turun"

Waduh saya dan Resqioso bingung dan salting karena salah naik jurusan.

"Yaudah Pak saya mau turun" kata Resqioso.

"Yaudah sana turun" jawab si kenek tanpa ekspresi sementara mobil masih melaju kencang. Anjis nih kenek horor banget dikiranya saya sama Resqioso bisa akrobat turun gitu aja dari bus yang masih melaju?

Setelah turun kami berdua celingak-celinguk gak puguh. Resqioso nanya ke tukang parkir disitu, katanya disuruh naik Damri jurusan Cicaheum. Ya sudah sambil menunggu saya dan Resqioso membeli cimol yang kata Resqioso rasanya hambar tapi tetep abis dimakan, karena lapar.

Beberapa menit kemudian Damri jurusan Cicaheum pun lewat. Masih kosong. Kami pun bisa duduk dengan tenang. Mobil kembali melaju. Kemudian si Resqioso bilang ke sopirnya,

"Pak nanti turun di Bank Indonesia ya?"

"Bank Indonesia? Oh iya iya" kata Pak Supir yang rambutnya sudah beruban itu.

Mobil melaju dengan santai sambil mencari penumpang. Di perjalanan saya melewati RS Immanuel dan teringat kepada Panji temannya Pak Wapres yang katanya kerja disitu. Katanya mesin absensi di rumah sakit itu canggih. Kalau karyawannya absen disitu si mesin bisa ngomong sendiri.

"Selamat datang Panji Nugraha. Kamu datang jam 6.45"

Kalau ulang tahun secara otomatis mesin absensi itu juga akan mengucapkan selamat,

"Selamat ulang tahun, Panji Nugraha"

Kalu sering telat,

"Selamat datang Panji Nugraha. Kamu kok datangnya telat terus sih?"

Begitulah yang dikisahkan oleh Pak Wapres. Saya mengingatnya sembari menikmati perjalanan.

Kemudian setelah belokan melewati Mesjid Raya Bandung tiba-tiba bus itu berhenti.

"Eh tadi ada yang mau turun di Bank Indonesia ya? Itu banknya" kata Pak Supir sambil menunjuk ke sebuah bangunan.

Saya dan Resqioso yang lagi santai-santainya pun bergegas turun dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

"Makasih, Pak" kata kami berdua penuh senyuman.

Kami pun berjalan ke arah bangunan yang tadi ditunjukkan oleh Pak Supir. Jreeeng jreeeng jreeeeng, terus saya lihat nama bangunan itu yang tercetak besar, BANK RAKYAT INDONESIA.

"Anyiiiing itu mah Bank Rakyat Indonesia anyiiiing bukan Bank Indonesia anyiiing supir Damri anyiiiiing!!" kata saya kesal (dalam hati).

Dalam keadaan hampir putus asa kami pun bertanya kepada pak polisi yang kebetulan berjaga di pos di dekat situ. Setelah Pak Polisi menjelaskan panjang lebar kami memutuskan untuk berjalan kaki saja karena takut kembali nyasar. Dan anyiiiiing ternyata jauh juga anyiiiing dari situ sampe ke Gedung Indonesia Menggugat. Kami kelelahan dan lapar karena belum makan.

Setelah berjalan jauh (ditambah bertanya kepada 1 tukang parkir, 1 kasir Circle K yang ga tau apa-apa, sama 1 tukang siomay) akhirnya kami tiba di tempat tujuan! Yes !

Setelah disambut oleh entah-siapa-namanya-saya-lupa-lagi, kami pun segera diantar ke meja nomer 36, tempat dimana si Pemotolkontong sudah tiba duluan. Disana nampak sudah berjejer Papernoise Zine dan sosok Pemotolkontong dengan rambut-kelimis-gemesnya (untuk Bagongtempur dan Korongmentah, sepertinya kalian mempunyai 1 lagi sodara kembar).

Saya pipis dulu karena dari tadi kebelet. Dan beberapa kejadian di Bandung Zine Festnya saya skip. Pokoknya menyenangkan sekali. Saya beli funzine Muchos Libre dan menemukan pesan sayang saya dimuat disana. (Makasih Muchos Libre, barakallah). Juga bertemu zinemaker Cirebon, um Alam dengan rambut barunya. Ada juga Kak Manan, editor Primitif Zine yang sayangnya hari itu gak bawa Primitif Zine, juga bertemu dengan Fanny (konon dia ini gebetannya Pemotolkontong, tapi ssst kita diam-diam saja ya?) Juga temennya Fanny yaitu Darlin dan 1 lagi siapa-namanya-saya-gak-tau yg bawa-bawa papan skate aja (saya suka janggutnya, serius). Juga akhirnya Pak Pinred Papernoise datang beserta Bu Pinred. Juga a Idham. Sayangnya Pemotolwansky (temennya a Idham) gak datang. Tidak lupa saya lihat ada Kak Gembi. Dan seorang gadis berkerudung yang dengan sangat antusias bertanya,

"Waaaw ini zinenya Mas Dudu yaa?"

Saya dan Bu Pinred yg kebetulan saat itu lagi jaga stand terkesima seketika. Dudu semakin ngetop! Dudu yang dulu bukanlah Dudu yang sekarang! Dan masih banyak lagi dan pokoknya menyenangkan sekali dan saya bawa banyak zine (bisa lebih banyak lagi sih tapi ngantri motocopynya).

Sementara itu di sela waktu ketika saya dan si Musisi Resqioso sedang asik duduk, berkatalah ia kepada saya.

"Cruut, lu liat orang di depan kita itu"?

Saya melihat ke depan, ke meja tempatnya Paper Zine. Saya perhatikan orang yang ditunjuk Resqioso. Saya lihat dia pake kaos CRASS! Wah itu orang yang tadi pagi saya liat di bus MGI! Ternyata dia juga bertujuan ke Bandung Zine Fest!

"Bego lu Tot, klo tau dia kesini sih tadi kita bareng aja biar gak nyasar"

"Elu bego !"

***

Segera setelah diskusi yang diselenggarakan oleh panitia berakhir kami pun segera membereskan barang-barang. Sambil menunggu Bu Pinred yang akan menjemput, kami memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu. Akhirnya kami menemukan tukang nasi goreng di depan Bank BNI. Saya pesen 3 porsi, 1 gak pedes, 1 sedeng, 1 lagi pedes. Setelah nasgor tandas kami tidak langsung bayar, karena si tukang nasgornya terlihat sedang asyik-masyuk menelpon. Tiba-tiba ada tukang bakpao lewat dan si Pemotolkontong teriak.

"Mang, masih ada gak bakpaonya?"

"Masih"

Si Kontong segera menghampirinya. Rupanya dia masih lapar. Saya kemudian menyusul karena ternyata masih lapar juga.

"Berapaan Mang" kata si kontong

"6 rebu"

"10 rebu 2 ya?"

Si mamang diem aja. Diem berarti tandanya tidak setuju. Jadilah si kontong cuma beli 1, rasa sapi. Saya juga beli 1, rasa kacang. Kami balik lagi ke tempat semula.

Bu Pinred belum nyampe juga. Katanya jalanan macet. Maklum malam minggu.
Tiba-tiba Bagongtempur dan Korongmentah dkk datang menyambangi tukang nasgor. Tapi saat itu tukang nasgornya sedang tidak ada.

"Mamang nasgornya lagi nyuci piring dulu" kata saya ke si Bagongtempur. (Sebenarnya saya belum bisa membedakan mana Bagongtempur dan mana Korongmentah). Untunglah mereka bisa sabar menunggu. Setelah tukang nasgornya kembali mereka pun memesan nasi goreng dengan porsi ekstra. Tetapi kayaknya si tukang nasgor tidak mendengarnya jadi dikasih porsi biasa.

Sembari menunggu jemputan, saya dan Resqioso tiduran di trotoar. Mengingatkan saya pada lagu Morfem, Tidur Dimanapun Bermimpi Kapanpun. Hari itu memang melelahkan sekali. Saya hampir tertidur ketika si Kontong ngasih tahu kalau jemputan sudah datang. Kami pun segera membayar nasgor yang tadi kami beli. Dan berpamitan kepada kawan-kawan dari Muchos Libre yang saat itu sedang menyantap nasi goreng.

***

Dalam perjalanan menuju kosan Kinung untuk numpang bobo kami mampir sebentar di pom bensin. Saya mau transfer ke si bundaaa. Lalu berhenti lagi di Indomart. Saya beli soda susu, rokok, sama Snifer yang kata si Resqioso kalo beli 2 gratis 1 dan ternyata dia benar! Dan beli teh botol kotak. Benar sekali, teh botol dalam kotak. Ajaib!

Lalu tibalah kami di kosan Kinung. Si Kinung tampak sedang bermain balap mobil F1 di depan komputernya. Saya segera berganti baju dan cuci kaki. Bersiap-siap untuk bobo. Kemudian kehebohan terjadi. Dompet si Resqioso hilaaaaaang!! Semua kaget. Kami segera mencari di sekitar kamar, nihil. Lalu kembali ke mobil Bu Pinred, cari disana masih nihil juga! Saya ingat-ingat lagi. Wah terakhir si Resqioso ngeluarin dompet itu waktu di tukang nasgor, jangan-jangan ketinggalan disana! Segera diputuskan Resqioso, Pemotolkontong, Bu Pinred beserta Pak Pinred kembali mengecek ke tempat kejadian perkara. Saya dan Kinung tidak ikut. Karena amat mengantuk saya sempat tertidur sebentar dan tanpa sadar ketika terbangun sudah ada Kimul dan Apoy disana. Juga Resqioso dan Pemotolkontong sudah kembali. Saya memutuskan untuk bobo kembali karena amat mengantuk. Lamat-lamat saya dengar kalau dompet itu ditemukan di depan gerbang kosan Kinung. Juga terdengar kata-kata Pemotolkontong, "eh gue keinget aja temen si Fanny tadi. Lucu ya? Gayanya lolita-lolita gitu". Lalu saya tidak ingat apa-apa lagi dan bobo dengan pulas. Sungguh hari yang menyenangkan.

Kampung Melayu, 1 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar