Selasa, 29 April 2014

AKU INGIN MENCINTAIMU SEPERTI KUKU



“Ayaah, aku ingin mencintaimu seperti kuku” tiba-tiba si bundaa berkata sambil sesekali nyabutin bulu keteknya. Nyabutin bulu ketek adalah salah satu rutinitas si bundaa dikala senggang. Saya yang saat itu sedang tiduran di ranjang sambil maenin Gembi (boneka beruang milik Riry) langsung tertawa.

“hahahaha”

“Kok ayah ketawa sih?”

“Ya abis lucu. Masa mencintai seperti kuku” kata saya

“Ya iya doong. Kuku kan tiap kali dipotong akan terus tumbuh lagi dan tumbuh lagi. Jadi cinta bundaa juga akan terus tumbuh lagi dan tumbuh lagi”

“Hahahaha” saya kembali tertawa. Romantis sekaligus polos. Saya menyukai kepolosannya itu

“Kalau begitu, ayah juga ingin mencintai bunda seperti bulu ketek” balas saya

“Ih kok bulu ketek sih?”

“Ya iya lah. Itu bulu ketek bundaa tiap hari dicabutin tapi terus tumbuh lagi dan tumbuh lagi. Cinta ayah juga gitu. Tumbuh lagi tumbuh lagi seperti bulu ketek. Hahaha”

Itulah salah satu contoh percakapan kami. Terkadang apa yang kami perbincangkan atau perdebatkan adalah suatu hal yang amat sangat tidak penting. Contoh lainnya seperti ini,

“Ayaaah jam 3 itu dibawah jam 1”

“Bukan bundaaa, jam 3 itu ya diatas jam 1”

“Ihh ayah gimana sih, coba liat jam dinding. Angka 3 itu dibawah angka 1!!”

“Bundaa mah aneh. Angka 3 kan diatas angka 1. Jam 1 dulu terus jam 2 baru jam 3. Jadi jam 3 itu diatas jam 1”

“Ayah yang aneh diih”

Begitulah. Jika kalian mengenal kami berdua maka kalian akan tahu bahwa kami adalah pasangan yang berbeda hampir dalam segala hal. Atau kami sama dalam suatu hal tapi berbeda dengan orang lain. Contoh yang paling sederhana adalah si bundaa orang yang sangat mencintai kebersihan. Kegiatan menyapu rumah bisa diulangi sampai beberapa kali. Sementara saya adalah tipe orang yang sangat cuek dengan kebersihan. Alhasil setiap mau bobo kami selalu terlibat masalah. Seperti ini,

“Ayah kalo mau naik ranjang cuci kaki dulu”

“Udah bundaa tadi pas ayah mau pipis”

“Tapi tadi kan ayah ke dapur dulu. Cuci kaki lagi”

“Yaaa ke dapur Cuma beberapa langkah ko, ngapain cuci kaki lagi”

“Tetep aja kotor lagi. Ayo cuci kaki lagi”

Pada akhirnya salah satu diantara kami harus ada yang saling mengalah. Jadi bisa dibayangkan betapa keras kepalanya si Riry bukan?

***

Ya itulah si bundaa, istri saya yang paling sabar. Yang suka minta dibeliin buku tapi tidak pernah dibaca. Yang sukanya malah baca Majalah Misteri atau Majalah Hidayah. Yang tidak mengizinkan buku biografi Kurt Cobain saya bawa, padahal tidak pernah dia baca juga.

Itulah si bundaaa, istri saya yang selalu curiga dan cemburu.

“Ayaah, Bu Siti itu siapa?”

“Itu bossnya ayah, Bund”

“Ko minta dibeliin soto segala?”

“Ya namanya juga boss, bund. Sukanya nyuruh anak buah”

“Bundaa gak suka”

“Yaaa masa cemburu sama Bu Siti? Umurnya aja sepantaran sama si Mamah”

Yaa memang itulah si bundaa. Yang suka cemburu apalagi kalo sama Rini. 

“Ayah pasti lagi mikirin Rini”

“Apaan sih bund? Ayah lagi mikirin utang nih. Uang asuransi Riry belum bayar”

“Boong aah. Bundaa tau ayah lagi mikirin Rini”

“Aiih gak percayaan. Bundaa kan tau uang lauk-pauk ayah gak cair mulai bulan ini”

Yaa begitulah si bundaa. Suka bertanya hal-hal yang tidak ada hubungannya. Dan suka bertanya hal-hal yang tidak ada jawabannya.

“Ayaah. Apa alasan ayah mencintai bundaa?”

“Gak tau, Bund”

“Ko gak tau sih?”

“Yaa cinta kan gak butuh alasan, Bund?”

“Pokoknya harus ada dih”

“Yaa gak ada bundaa. Kata orang bijak juga cinta adalah ketika kau mencintai seseorang tapi tidak tahu karena apa kau mencintainya”

“Ah boong. Buktinya ayah cinta sama Rini karena dia pinter dan bercandanya nyambung”

“Ayah gak cinta sama Rini, Bundaaaa”

“Dulu”

“Iya dulu, sekarang kan udah gak. Lagian kok ujung-ujungnya Rini lagi Rini lagi sih, Bund?

“Ya abis ayah gak punya alasan kenapa bisa cinta sama bundaa?”

“Kan tadi ayah bilang, cinta itu gak butuh alasan bundaa. Kalo udah punya alasan berarti itu bukan cinta lagi, Bund”

“Huuh”

Dan begituah si bundaaa dengan segala kepolosannya. Dan sampe sekarang pun saya masih belum menemukan alasan kenapa saya bisa mencintainya. Kalo si bundaa nanya lagi, jawabannya pun akan selalu tetap sama. Cinta itu adalah ketika kita mencintai seseorang tanpa pernah kita tahu alasan kenapa kita bisa mencintainya. Sederhananya adalah cinta itu tidak butuh alasan, bundaaa.

Kampung Melayu, 29 April 2014
Di kamar kost dan saya yang disuruh si bundaa buat segera memposting tulisan ini


Catatan :
1. Riry =  nama anak kami. Nama lengkapnya Oryza Sativa
2. Gembi = nama boneka beruang milik Riry. Terinspirasi dari musisi free jazz nasional, Gembira Putra Agam
3. Bunda = panggilan kesayangan untuk istri saya
4. Ayah = panggilan kesayangan saya dari si bundaa
5. Mamah = sebutan untuk mama mertua saya  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar