Didedikasikan untuk
Mas Maung dan Tini yang kisah cintanya akan tetap menjadi legenda di hati
sanubari saya
Bagaimana cara playboy bekerja? Menurut Omesh Maulana yang
mengutip pernyataan Yoppy Dwi Hakiki, modalnya cuma ada dua, yaitu muka polos dan kata-kata manis. Apakah itu
berarti bahwa kaum wanita memang mudah dibohongi dan dirayu? Belum tentu. Saya
sendiri tidak berani memastikannya demikian karena saya takut mendapat
gelombang protes dari kaum wanita yang menganggap pernyataan tadi merendahkan derajat mereka. Percayalah, wanita
yang sedang marah itu lebih menyeramkan daripada lelaki yang sedang marah.
Mungkin sebaiknya kita ganti pertanyaannya. Apakah Mas Maung
seorang playboy? Saya rasa bukan. Mas Maung bukanlah seorang playboy. Setahu
saya Mas Maung tidak mempunyai pacar yang berserakan dimana-mana sebagaimana
halnya Yoppy Dwi Hakiki. Juga yang paling jelas, Mas Maung tidak bermuka polos
dan mengumbar kata-kata manis. Ralat, mungkin Mas Maung suka mengumbar
kata-kata manis kepada gebetannya tetapi bisa saya pastikan kalau Mas Maung itu
tidak bermuka polos. Jadi jika kita mengikuti pernyataan Omesh Maulana tentang
bagaimana cara playboy bekerja maka Mas Maung bisa digolongkan kepada golongan
lelaki non playboy. Karena Mas Maung tidak bermuka polos.
Tapi playboy atau bukan yang jelas pada hari itu, Kamis 22
September 2011 Mas Maung cuma terlihat sendiri di acara wisudanya. Maksud saya
bukan “sendiri” dalam arti harfiah karena pada saat itu Mas Maung datang
bersama 3 rombongan bus yang mengangkut keluarga besar Ahmad Jair. Sendiri
disini artinya Mas Maung hadir di hari wisudanya tanpa ditemani oleh seorang
gadis pendamping wisuda. Hanya sendiri. Tak ada gadis pendamping wisuda, tak ada
seikat bunga, dan tak ada Tini untuk Mas Maung di hari itu.
***
Your love is like a
studded leather headlock
Your kiss it put could
creases in the road
You’re rarer than a
can of dandelion and burdock
And those other girls
are just post-mix lemonade
Jika di playlist handphone kalian ada lagu Suck It And See
dari Arctic Monkeys silahkan putar lagu itu. Jika tidak ada, silahkan putar
lagu apa saja yang menurut kalian mempunyai kadar kegalauan yang sangat tinggi.
Karena kita akan berjalan mundur bersama waktu menuju ke hari yang dikenang Mas
Maung sebagai hari-dimana-Tini-menanam-bom-waktu-di-hatinya. Juga sebuah
sejarah awal kenapa di kalender hidup Mas Maung kelak akan ditemui Hari Tai
Kucing Sedunia. Tapi nanti dulu. Itu akan diceritakan kemudian. Kini kita akan
kembali ke hari dimana Tini menanamkan bom waktu di hati Mas Maung.
Itu terjadi 6 bulan sebelum Mas Maung diwisuda. Hari itu
tidak akan pernah dilupakan oleh Mas Maung. Hari itu, di pinggir empang tempat
biasa mereka bertemu dan memadu kasih, Tini datang dengan sebuah ultimatum yang
menghantam kepala sekaligus hati Mas Maung. “NIKAHI AKU SEGERA! KALAU TIDAK AKU
AKAN DIJODOHKAN!” Begitulah bunyi ultimatum yang dibawa Tini di siang itu.
Bagai dihantam palu godam milik Thor, Mas Maung kaget bukan kepalang. Ultimatum
itu bahkan lebih menyeramkan dibanding ultimatum Belanda yang memerintahkan
warga Bandung meninggalkan wilayahnya. Peristiwa yang nantinya akan dikenang
sebagai Bandung Lautan Api kini juga dihadapi oleh Mas Maung. Hanya kali ini
lautan api itu bersarang tepat di hatinya. Bukan lagi di Bandung. Karena tanpa
lautan api pun Bandung sekarang sudah panas.
Itu bukan ultimatum biasa. Dan bagi Mas Maung tuntutan itu
hampir mustahil untuk diwujudkan. Bahkan lebih mustahil daripada tuntutan buruh
yang meminta kenaikan upah minimum menjadi 3,6 juta rupiah. Restu sudah pasti
tidak akan turun dari Bapak Ahmad Jair. Memaksa berarti dosa. Bersiaplah untuk
menerima cap anak durhaka dan bergabung bersama Malin Kundang. Pilihannya
antara dikutuk menjadi batu atau menjadi butiran debu.
Mas Maung tahu, Bapak Ahmad Jair tidak sedang buang-buang
duit dengan menyekolahkannya tinggi-tinggi. Meskipun pada kenyataannya sekolah
memang hanya buang-buang duit saja. Bagi Bapak Ahmad Jair, Mas Maung adalah
sebuah harapan. Sebuah mimpi yang dulu tidak bisa diwujudkannya ketika muda. Kepada
Mas Maunglah impian yang gagal itu disematkan. Biarlah Ahmad Jair muda hanya
sekolah sampai kelas 3 SD, tapi tidak dengan keturunannya. Mereka harus sekolah
tinggi. “Sekolah lah kau yang tinggi agar
kau tidak mewarisi apa yang aku rasakan”. Begitulah pesan Bapak Ahmad Jair
kepada Mas Maung. Mas Maung selalu ingat dengan pesan itu. Baginya pesan itu
bagaikan sebuah mantra yang ampuh yang membantunya tetap bertahan kuliah
meskipun seringkali tugas kuliah itu brengsek dan kurang ajar.
Tapi kini keampuhan mantra Bapak Ahmad Jair itu sedang diuji
oleh ultimatum Tini. Ahh Tini, cinta yang membuat dada terasa sesak. Gadis yang
lengkung senyumnya hanya sanggup dibuat oleh surga, yang membuat tai kucing
serasa cokelat dan cokelat serasa tai kucing. Tapi kini malah mendamprat Mas
Maung kepada sebuah persimpangan yang akan sulit sekali untuk dipilihnya.
Mantra ampuh Bapak Ahmad Jair vis-a-vis
ultimatum Tini. Mas Maung harus memilih. Sayang sekali,tak ada golput disini.
Hari itu berakhir buruk untuk Mas Maung. Meskipun Tini bisa
ditenangkan saat itu tapi tak pelak lagi bom waktu yang dibawanya sudah mulai
menghitung mundur.
I poured my aching
heart into a pop song
I couldn’t get the hang
of poetry
That’s not a skirt
girl thats a sawn off shoot gun
And i can only hope
you’ve got it aimed at me
Hari demi hari terus berlalu. Mas Maung masih berharap Tini
mau menunggunya, bahkan kalau bisa menolak perjodohan itu. Kini kuliah Mas
Maung sudah memasuki tahap akhir, tinggal menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI).
Itu artinya kuliah Mas Maung hanya menyisakan beberapa bulan lagi. Tapi rupanya
bom waktu itu terus menghitung mundur. Ultimatum Tini pun tidak pernah mereda.
Bahkan kerap kali mereka harus terlibat pertengkaran hebat. Di motor, di jalan
raya, di pinggir empang, di atas ranjang sehabis bercinta, bahkan di telepon.
“DEMI TUHAN, NIKAHI AKU SEGERA MAS!!” Tini berteriak
diseberang telepon
“DEMI LANGIT DAN BUMI DAN ABDUL QODIR JAELANI, MAS AKAN MENIKAHIMU
BEGITU SELESAI KULIAH! TUNGGULAH!” Mas Maung balik berteriak
“AKU TIDAK BISA MENUNGGU, MAS!” Tini meledak lalu menutup
telepon. Mas Maung kesal. Hampir saja dia banting hp yang dipegangnya ke
lantai. Tapi hal itu urung dilakukannya. Dia ingat kalau dia tidak mempunyai hp
lagi. Maka kekesalan itu dilampiaskannya kepada lembaran kertas hasil revisian
dari dosen. Tai kucing! Tapi kali ini tai kucing itu tidak terasa seperti
cokelat.
***
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah cinta bekerja? Jawaban
untuk pertanyaan ini saya yakin akan jauh lebih rumit daripada jawaban tentang
bagaimana cara playboy bekerja. Cinta bekerja dengan cara yang misterius dan
tak terduga. Tidak cukup hanya dengan mengurainya menjadi rangkaian reaksi
kimia, biologi bahkan fisik semata. Seolah-olah ada sebuah invisible hand yang bekerja dibaliknya. Tapi mungkin kita bisa
setuju dengan satu hal, bahwa cinta bisa datang begitu saja dan pergi sesuka
hati. Dia akan tumbuh sendiri ketika dia mau tumbuh. Begitu juga sebaliknya.
Maka benarlah apa yang ditulis Kahlil Gibran dalam salah satu sajaknya, cinta adalah bunga yang tumbuh tanpa bantuan
musim.
Sialnya, hal itulah yang kemudian terjadi pada Tini. Ada
cinta lain yang mulai tumbuh dan bersemi di hatinya. Perlahan mulai menggeser
cinta Mas Maung yang selama ini bertahta disana. Padahal saat itu kemarau
sedang mengganas dan membuat bunga-bunga sulit mekar. Tapi di hati Tini,
bunga-bunga cinta itu justru bermekaran dengan penuh warna-warni.
Itu terjadi di minggu-minggu sebelum bom waktu itu meledak.
Itu terjadi dikala Mas Maung semakin tenggelam dalam karya tulis ilmiahnya dan
pertengkaran demi pertengkaran mulai rutin menghampiri hubungan mereka. Itu
terjadi pada sebuah Sabtu sore yang cerah.
Meskipun Mas Maung sibuk dengan urusan KTInya dan jarang
bertemu dengan Tini tetapi mereka mempunyai sebuah acara rutin sendiri. Mereka
menyebutnya “Nine In The Afternoon”, diambil dari salah satu lagu Panic At The
Disco. Acara jalan-jalan berdua di sore hari dengan mengendarai motor Supra-X
keluaran tahun 97 milik Mas Maung. Biasanya mereka akan berjalan-jalan di jalan
pinggir pantai hingga matahari sore terbenam.
Hanya saja acara Nine In The Afternoon mereka berubah pada
suatu Sabtu sore. Secara mendadak Tini membatalkan acara rutin mereka karena
suatu alasan keluarga. Mas Maung sempat kecewa. Tapi apa mau dikata? Jadilah pada
Sabtu sore itu Mas Maung berjalan-jalan sendirian dengan Supra-X kesayangannya.
Menghirup udara sore pantai sekaligus merefresh pikirannya yang mulai jenuh dengan
KTI. Ketika sedang asik melaju bersama si Supra kesayangannya melintaslah dari
arah berlawanan sepasang lelaki dan perempuan yang sepertinya sedang asik
dilanda badai asmara. Mungkin di mata orang lain perempuan yang baru saja melintas
itu bisa menjadi siapa saja, tetapi lain halnya dengan Mas Maung. Dia yakin
perempuan yang dilihatnya dibonceng lelaki itu adalah Tini! Tidak salah lagi!
Mas Maung hapal setiap inchi tubuh Tini, bukan hanya ukuran cup branya saja.
Bahkan Mas Maung hapal berapa derajat lengkung senyuman Tini! Berapa derajat
lentik bulu matanya hingga berapa helai bulu
keteknya! Perempuan yang dibonceng itu adalah Tini!
Benar saja, malamnya perang kembali meletus diantara mereka.
Saling tuding mewarnai pertengkaran itu. Bagi Mas Maung Tini sudah berlaku tai
kucing, bagi Tini justru Mas Maung yang seperti tai kucing. Entah siapa yang
sebenarnya lebih tai kucing, tapi pertengkaran itu semakin membuat hubungan mereka
menjadi serupa Israel dan Palestina. Tapi rupanya bom waktu itu belum meledak
saat itu. Mas Maung masih terselamatkan.
2 minggu kemudian kejadian itu berulang. Tini membatalkan
janji, Mas Maung jalan-jalan sendiri, Tini kembali dipergoki berboncengan
dengan lelaki lain. Kejadian di malam harinya bisa gampang ditebak. Perang
kembali meletus. Mas Maung jadi Palestina, Tini jadi Israel. Kepercayaan Mas
Maung mulai rontok satu per satu. Tapi Tini masih bungkam mengenai lelaki yang
memboncengnya. Rupanya takdir belum mau meledakkan bom waktunya pada saat itu.
Sekali lagi, Mas Maung masih terselamatkan.
Tapi toh pada akhirnya bom waktu itu meledak juga. Itu
terjadi pada tanggal 17 Agustus 2011. Tanggal dimana bangsa ini merdeka justru
menjadi tanggal dimana cinta Mas Maung hancur lebur. Di hari itulah Tini,
seperti Soekarno, memproklamirkan hubungannya dengan seorang lelaki yang sudah
dipilihkan oleh kedua orang tuanya. Lelaki itu lah yang dipergoki Mas Maung
ketika jalan-jalan di Sabtu sore. Lelaki
yang bisa membuat bunga-bunga cinta kembali tumbuh di hati Tini, seperti kata
Gibran, tanpa bantuan musim.
Hari itu Mas Maung merasa hancur lebur tak bersisa. Dia
mulai memaki setiap hal yang ada di sekitarnya. Tai kucing cinta! Tai kucing
Arctic Monkeys! Tai kucing Soekarno! Tai kucing Gibran! Dan semua tai kucing
yang berada di semesta ini. Itulah kemudian kenapa Mas Maung menamakan tanggal
17 Agustus itu sebagai Hari Tai Kucing Sedunia. Karena pada hari itu semesta
seolah-olah bersikap tai kucing terhadapnya. Maka kelak di kemudian hari ketika
sebagian besar rakyat di negeri ini merayakan 17 Agustus dengan kemeriahan maka
Mas Maung akan mengenangnya dengan penuh kesedihan. Mas Maung akan mengunci
diri di kamar, lalu menyetel lagu Suck It And See berulang-ulang hingga batre
hpnya mati. Setelah itu dia akan pergi ke kamar mandi dan mencoba menangis di
pojokan bak. Sayang, air matanya tidak pernah bisa keluar. 17 Agustus adalah
Hari Tai Kucing Sedunia!
Suck it and see you
never know
Sit next to me before
i go
Begitulah waktu membawa Mas Maung datang sendiri di hari
wisudanya. Maka yang bisa dilakukannya hanyalah mengenang Tini dengan penuh
kesedihan. Meskipun pada hari itu Mas Maung tampak bahagia dan penuh senyum,
tetapi di sudut hatinya ada sebuah ruang kosong yang tidak bisa diisi oleh
apapun, selain Tini. Ruang kosong itulah yang Mas Maung persiapkan untuk Tini.
Hanya sayang sekali, Tini tidak bisa menunggu. Dan hari itu tidak pernah
menjadi sempurna untuk Mas Maung. Karena satu keping puzzlenya tidak pernah kembali
lagi. Keping puzzle yang hilang itu adalah Tini.
Maka ketika bus rombongan Bapak Ahmad Jair itu melaju
meninggalkan Tasikmalaya, Mas Maung hanya bisa terduduk dengan pandangan mata
kosong menyaksikan deretan bangunan yang terlewati. Pikirannya memang tidak
berada disana. Tapi melayang mengenang Tini. Mengenang senyuman itu. Senyum
yang hanya sanggup dibuat oleh surga. Senyum yang selalu mereka ikrarkan untuk
dijaga, ketika mereka masih bersama. Seperti pesan Tini yang selalu diingatnya,
“you’ve got that smile that only heaven
can make it. And i pray to the God everyday, that you will keep that smile”
Mas Maung akhirnya bisa tersenyum juga,tapi kini dengan
butir-butir air mata yang menetes di pipinya.
Suck it and see you
never know
Sit next to me before
i go
Jigsaw women with
horror movie shoes
Be cruel to me cause
i’m a fool for you
Kampung Melayu, 07-11 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar