Senin, 26 Januari 2015

Cholil Mahmud dan Seekor Kucing yang Tidak Bisa Ereksi



Tepat pada malam ke 20 di Bulan Ramadhan, Cholil Mahmud datang ke rumahku. Dan dia akan rutin datang di tujuh hari seterusnya. Tidak peduli apakah malam itu aku sedang berada di rumah atau masih melaksanakan sholat taraweh di mesjid, Cholil Mahmud pasti datang, dengan sebungkus Marlboro merah dan Teh Botol kemasan pastik yang dibelinya di Alfamart atau di warung Mbip. Jika Teh Botolnya habis kadang aku menyuguhinya secangkir kopi. Tapi lebih sering dia akan meminjam motorku untuk membeli lagi Teh Botol. Dia mengaku sudah kecanduan Teh Botol. Gejalanya mirip seperti Hasief Ardiasyah yang kecanduan Coca Cola.

Jika aku belum tiba di rumah dia akan menunggu sambil duduk-duduk di teras dan bermain-main dengan Ocil, kucingku yang ternyata impoten. Aku tahu Ocil impoten karena setiap kali didekati kucing betina dia selalu uring-uringan, seperti ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya. Setelah aku periksa ternyata kemaluannya tidak bisa ereksi. Mungkin karena pertarungannya dengan kucing kampung milik tetangga tempo hari. Urusannya sepele. Si kucing tetangga itu masuk rumah dan mengambil kepala ikan. Ocil yang melihat kejadian itu merasa tidak bisa tinggal diam. Pertarungan antara keduanya pun tak bisa terelakan lagi. Saling cakar mewarnai pertarungan tersebut. Tapi dasar kucing rumahan Ocil pun kalah. Kemaluannya terluka kena cakar. Dia sempat menjerit keras sekali. Setelah itu aku tahu kemaluannya tidak bisa ereksi. Aku sebagai tuannya merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tahu ada dokter hewan tapi aku tidak pernah mendengar ada On-Clinic khusus hewan. Untuk membantu menghilangkan kesedihannya kadang aku memberinya jatah makan yang lebih banyak. Juga membeli banyak judul dvd film horor di pasar untuk kita tonton bersama. Aku harap dengan itu kesedihan Ocil bisa berkurang. Setidaknya dia masih punya kepercayaan diri untuk bisa mendekati kucing betina. Semoga.

Tapi semenjak Cholil Mahmud dengan rutin datang ke rumahku Ocil terlihat kembali bersemangat untuk menjalani hidup. Setiap kali Cholil datang Ocil pasti akan mendekat ke arahnya. Mungkin nalurinya mengatakan kalau mereka menanggung beban kepedihan yang sama. Meski aku tidak pernah melihat mereka mengobrol tapi aku yakin mereka sedang berbagi porsi kesedihannya masing-masing. Cholil yang terluka karena patah hati, Ocil yang berduka karena tidak bisa ereksi. Lalu mereka berdua (Cholil dan Ocil) akan mendengarkan lagu dari speaker Mito milik Cholil bersama-sama. Favoritnya di bulan ini adalah lagu Benang Biru dari Meggy Z. Itu aku tebak secara sembarangan saja karena lagu itu yang paling sering diputar olehnya. On heavy rotation, istilah yang agak kerennya.

Aku sendiri sudah mengenal Cholil sejak kecil. Sebenarnya dia lebih tua tiga tahun dibanding denganku. Cuma karena rumahku yang dulu (sekarang sudah pindah ke rumah yang baru) berdekatan kami jadi sering bermain bersama. Dari Cholil juga aku tahu pertama kali tentang coli. Dari Cholil juga aku tahu rasanya Anggur Merah Cap Orang Tua. Di rumah Cholil juga aku pertama kali menonton film bokep. Judulnya Tarzan-X. Scene yang aku suka ketika si Tarzan ngewe di kandang kuda. Dari Cholil aku mendapat banyak pelajaran berharga. Cholil memang seorang senior yang baik.

“Nih enak nih, Ki” katanya kepadaku di belakang mushola sepulang mengaji. Dia kemudian mengeluarkan sebuah majalah berisi foto-foto cewek telanjang sambil mengusap-ngusap tititnya. Aku pun disuruh mencobanya. Awalnya terasa aneh. Makin lama makin enak dan tiba-tiba saja aku merasa ada serbuan cairan yang mendobrak ingin keluar dari tititku. Setelah itu aku merasa lemas. Juga ketagihan. Itu pertama kali aku coli. Dibawah bimbingan langsung Cholil Mahmud. Itu terjadi kira-kira 12 tahun yang lalu.

Tepat pada malam ke 17 di Bulan Ramadhan Cholil Mahmud mengirimiku sebuah pesan singkat. Isinya mengabarkan kalau kisah asmaranya dengan Rohimah kandas. Rohimah, pacar Cholil selama 3 tahun ini rela meninggalkannya demi lelaki lain. Lelaki yang lebih menyukai David Guetta dibandingkan dengan Meggy Z. Lelaki yang lebih menykai clubbing daripada menonton orkes dangdut pimpinan Bapak Didi Supardi Spd. Begitulah yang Cholil ceritakan kepadaku. Dan itulah salah satu alasan kenapa di minggu terakhir Ramadhan ini dia rutin menyambangi rumahku.

Rohimah yang aku kenal adalah seorang gadis manis anaknya Pak Emon. Dia adik kelasku ketika SD. 2 tahun dibawahku.  Sebenarnya kami masih tinggal di satu desa, hanya saja berbeda blok. Aku dan Cholil di Blok Wage. Rohimah di Blok Pahing. Tapi semua warga desa seharusnya mengenal Rohimah, ayahnya adalah salah seorang tokoh yang disegani di desaku. Pak Emon pernah menjadi anggota legislatif daerah. Jalan lingkungan yang diaspal plus gapura megah di setiap pintu masuk gang adalah salah satu persembahan Pak Emon ketika beliau menjabat sebagai anggota dewan.

Aku tidak begitu dekat dengan Rohimah. Setelah lulus SMP dia melanjutkan sekolahnya di luar kota. Aku hanya kadang bertemu dengannya apabila dia sedang pulang kampung. Itu pun hanya sebatas bertegur sapa saja. Maka aku merasa kaget ketika Cholil cerita bahwa dia sudah jadian dengan Rohimah.

Cholil cerita kalau awal kedekatannya dengan Rohimah terjadi ketika ada pagelaran orkes dangdut. Waktu itu di acara sunatannya Kabir Ghufron, adiknya Rizky Akbar, anaknya Pak Jojo Hermawan, kepala desaku. Sebagai salah satu tokoh terpenting di desa orang tua Kabir Ghufron ingin acara sunatan anaknya meriah. Maka diundanglah orkes dangdut pimpinan Didi Supardi Spd untuk mentas. Di seantero kecamatan bahkan mungkin kabupaten orkes dangdut pimpinan Bapak Didi Supardi SPd bisa dibilang memiliki reputasi yang bagus. Bahkan mungkin yang terbaik. Deretan biduannya, wuiiiih. Terutama sosok yang bernama Ayu si Mata Roda. Tak ada lelaki yang tak ereksi jika melihat dan mendengar suaranya. 

Aku ingat waktu acara itu berlangsung aku diajak mabok oleh Bendot di rumahnya. Katanya dia baru saja menang taruhan. Dia taruhan lomba coli dengan si Tri Wibowo, siapa cepat dia dapat. Bendot menang karena ternyata dia yang lebih dulu keluar. Dia merasa sangat bangga dengan kemenangannya itu. Katanya, biarpun tititku kecil tapi soal coli aku lebih cepat daripada si Tri Wibowo. Dia tertawa bangga. Kemudian kami berdua mabok bareng sampai jekpot dan melewatkan kejadian rame yang terjadi di arena dangdut.

Kejadian rame yang aku maksud itu adalah sebuah keributan besar yang terjadi ketika pagelaran dangdut baru dimulai. Kejadian itu menyebabkan acara goyang dangdut massal menjadi terhenti untuk beberapa saat. Mang Dodo sebagai komandan hansip yang bertugas malam itu sampai harus turun tangan untuk melerai perkelahian. Tapi usahanya tidak berhasil. Keributan semakin membesar. Maklum, acara itu saking ramenya sampe mendatangkan para penonton dari luar desa. Banyak teori konspirasi yang muncul terkait kejadian ini.  Ada yang bilang keributan itu berawal karena ada segerombolan pemuda dari luar desa yang ngegodain kembang desa sini. Ada yang bilang keributan itu terjadi karena ada sejumlah pemuda yang beli sorabi tapi tidak bayar. Yang lain lagi bilang kalau itu terjadi gara-gara pemuda yang lagi teler tapi reseh jadi pada digebukin oleh orang-orang di sekitarnya. Yang lainnya malah bilang itu adalah sebuah upaya coup yang gagal terhadap kepemerintahan Bapak Jojo Hermawan. Tapi yang paling absurd adalah yang bilang kalau biang keladi keributan itu adalah oknum Komunis yang sedang mencoba bangkit dan membalas dendam kepada negara Indonesia. Teori terakhir dicetuskan oleh Mang Kimul yang pasti pada malam itu sedang mabok ciu.

Tapi tak ada yang tahu kalau sebelum keributan terjadi Cholil dan Rohimah sempat bertemu sebentar.Mereka bertemu di tukang sorabi. Cholil waktu itu sedang menikmati sorabinya yang kedua dan gorengannya yang kelima, tapi kepada Bi Kesih penjualnya dia mengaku baru makan sorabi satu dan gorengan dua. Saat itu Rohimah datang untuk memesan sorabi.

“Bi, meser 5 sorabina. Gorenganna 10 muhun?” suaranya begitu merdu terdengar di telinga Cholil. Begitu dia cerita.

“Mangga geulis, diantosnya?” 

“Muhun, Bi” 

Ketika menunggu sorabi matang itulah tatapan Cholil dan Rohimah bertemu. Keduanya saling tersenyum tersipu malu. Kata Cholil, itu senyuman cewek paling manis yang pernah diterima olehnya seumur hidup. Satu menit. Dua menit. Tatapan mereka kembali bertemu. Senyum kembali tersungging dari bibir Rohimah dan Cholil. Satu menit. Dua menit. Kembali mereka saling bertatapan. Ah, ternyata ada tahi lalat di ujung bibirnya, begitu Cholil bercerita kepadaku sambil tersenyum malu-malu. Lalat mana yang beruntung bisa boker disitu dan hasilnya malah membuat wajah Rohimah menjadi tambah manis. 

Adegan romantis dan malu-malu kucing itu harus berakhir ketika sorabi pesanan Rohimah sudah matang. Setelah menyelesaikan pembayaran Rohimah berbalik untuk pulang.

“Hatur nuhun, Bi” katanya kepada Bi Kesih dan suara merdu itu kembali terdengar di telinga Cholil.

“Muhun, neng geulis” Bi Kesih menimpali.

“Punten A, mayunan” tiba-tiba suara merdu itu tertuju langsung ke arah Cholil. Aduh, sesak nafas. Aduh aduh aduh. Cholil tak berdaya. Hanya bisa senyum lalu sisanya bengong melihat wajah itu memandang dirinya kemudian berlalu pergi.

Baru saja langkah Rohimah  berjalan beberapa meter meninggalkan lapak Bi Kesih sekelompok pemuda mulai menggodanya. 

“Ceweeek. Prikitiwwww”

“Neng ojeg, Neng?”

Ada yang bersiul-siul, ada yang tepuk tangan bahkan ada yang tepuk Pramuka segala. Mungkin waktu SMPnya pemuda itu ikutan kegiatan eskul Pramuka.

“Proook proook proook, proook proook proook proook proook prook proook” (tentu saja dalam irama tepuk Pramuka).

Cholil cerita dia tidak bisa merima perlakuan seperti itu kepada Rohimah. Sorabi yang masih tersisa setengah di tangannya pun dia buang. Dia langsung berdiri menghampiri para pemuda yang sedang ngegodain Rohimah.

“Eh beungeut su’uk, nanahaan sia euweuh gawe kalah kareprok. Gandeng nyaho teu?!” kata si Cholil ke arah para pemuda. Dia ngakunya sih berkata seperti itu. Aku tidak tahu pasti soalnya waktu kejadian berlangsung aku sedang mabok sama si Bendot.

Tentu saja para pemuda tidak terima.

“Ai sia naha kunyuk?” kata salah seorang pemuda yang Cholil ceritakan bertubuh kekar.

“Teu tarima, Nyet?” seorang pemuda ikut menimpali lagi. Cholil juga cerita kalau pemuda ini juga bertubuh kekar.

“Teu, kuya! Sia tong ngayah uget lah di lembur batuh. Monyet teh!” si Cholil makin emosi.

“Ngajak ribut sia? Ageh dieu?”

Tanpa dikomando Cholil langsung menyerbu gerombolan pemuda itu. Dia tidak ingat ada berapa orang, yang jelas katanya lebih dari 3 orang. Seorang dia hajar tepat di hidungnya. Tapi temannya berhasil menghantam Cholil tepat di matanya. Teman yang satunya lagi berhasil mendaratkan tendangan di perutnya. Teman yang satunya lagi sukses meninju pipinya. Teman yang satunya lagi agak kurang beruntung, tinjunya Cuma mengenai rambut Cholil.

“Anjing, nyeri monyeet” Cholil berteriak. 

Buuuuk. Baru juga selesai berteriak sebuah tinju sudah mendarat di mulutnya. Bibirnya robek, berdarah. Buuuuuk. Satu lagi tinju kena di pipinya. Satu giginya rontok. Buuuuk. Satu tunju lagi di mendarat mulus di matanya. Sekarang kedua matanya bengkak. Bak bik buk bak bik buk bak bik buk bak bik buk bak bik buk bak bik buk bak bik buk bak bik bukbak bik buk. Sisanya yang terdengar hanya suara itu. Dan semuanya mengarah ke tubuh Cholil. Penderitaan Cholil ditutup dengan sebuah tendangan maut yang mengarah tepat ke selangkangannya. Braaaak. Setelah itu Cholil roboh dan tidak ingat apa-apa lagi.

Keributan itu sendiri akhirnya bisa dilerai setelah sang primadona Ayu si Mata Roda berorasi dari atas panggung. Dia mengultimatum kalau masih saja ribut maka dia tidak akan bernyanyi. Ternyata ancaman itu berhasil. Orang-orang tidak rela jika Ayu si Mata Roda yang mereka tunggu-tunggu malah tidak bernyanyi sama sekali. Akhirnya keributan pun mereda. Dangdut bisa berjalan kembali. Sementara Cholil akhirnya masuk  rumah sakit.

Aku baru bisa menjenguknya di hari kedua Cholil masuk rumah sakit. Di hari pertama aku malah sakit sehabis mabok bareng si Bendot. Mencret-mencret. Sepertinya anggur merah yang dibeli dari uang hasil judi tidak barokah. Malah bikin mencret.

Ibuku yang mengabari kalau Cholil masuk rumah sakit karena babak belur dihajar orang. Aku langsung pergi menengoknya. Aku melihat wajahnya memang babak belur abis. Kedua matanya bengkak. Pipinya lebam. Tapi anehnya Cholil malah terlihat bahagia. Waktu itu dia tidak bercerita kenapa dia bisa terlihat sebahagia itu. Aku baru tahu beberapa waktu kemudian alasan kenapa dia bisa sebahagia itu meskipun babak belur. Ternyata di hari pertama Rohimah datang menjenguk dan menemaninya. Pantesan. Dari situlah hubungan Cholil dan Rohimah menjadi semakin dekat. Dan pada akhirnya mereka pun jadian.

***

“Tadi aku mendengar ceramah di mesjid..” kata Cholil sambil menghembuskan asap Marlboro merah kesukaannya. Aku menyimaknya dengan seksama. Ocil juga, sesekali dia ikut menimpali dengan bersuara meoong meooong. 

“Ustadznya bilang gini, bulan Ramadhan itu seperti seorang kekasih. Pas kita lagi sayang-sayangnya ehhh dia malah pergi. Kampreet tuh ustadz ceramah apa nyindir?” umpat Cholil.

Aku tertawa mendengar umpatannya. Sepertinya memang begitulah gejala orang yang sedang patah hati. Menjadi lebih sensitif. Semua hal dikaitkan dengan perasaan sendiri. Seolah-olah semuanya itu terhubung kepada dirinya.

“Udah, Lil ikhlasin aja” aku mencoba menghiburnya.

“Udah, Ki. Tapi susah. Kemarin waktu beres-beres kamar aku nemu tiket konser ST 12. Aku inget nonton konser itu bareng Rohimah di Stadion Bima. Dulu mau kau buang aja itu tiket. Tapi aku mikir lagi, ah buat kenang-kenangan ah. Jadi aku simpen. Eh taunya malah kayak gini. Assuuuu!” lagi-lagi Cholil mengumpat. Dan lagi-lagi aku tertawa mendengar umpatannya.

Selain lebih sensitif gejala lain orang yang sedang patah hati adalah menjadi lebih sering mengumpat. Seperti itulah Cholil. Jika tidak sedang mengumpat dia akan membaca kembali chat-chat mesranya bersama Rohimah dulu. Atau memandangi foto-foto mereka berdua yang masih tersimpan di ponsel Mitonya. Setelah selesai, dipastikan dia akan kembali mengumpat.

“Juancuuuuk!” 

“Kenapa lagi sih?”

“Teh botolnya abis, Ki. Minjem motor dong mau beli lagi”

“Dasar kuya” kataku sambil melemparkan kunci motor dengan gantungan kepala monyet ke arahnya.

***

Tepat pada malam ke 27 Bulan Ramadhan , Cholil Mahmud kembali datang ke rumahku. Ini sudah malam ketujuhnya secara berturut-turut. Aku sudah jarang pergi ke mesjid karena sholat Taraweh sudah semakin sepi menjelang Lebaran. Aku menunggunya di teras rumah. Bersama Ocil tentunya, kucingku yang tidak bisa ereksi. Dia selalu terlihat senang jika Cholil datang ke rumah. Meskipun tidak selalu tetap jamnya Cholil pasti tetap datang. Dengan sebungkus Marlboro merah dan Teh Botol. Dan mukanya yang masih tetap terlihat menyedihkan.

Urutan selanjutnya sudah bisa aku tebak. Rohimah lalu David Guetta lalu konser ST 12 balik lagi ke Rohimah lalu ke laki-laki penyuka David Guetta lalu ke konser ST 12 yang pernah mereka tonton di Stadion Bima lalu balik lagi ke Rohimah. Sisanya adalah berbagai macam umpatan dari bahasa Cerbon , Sunda, Indonesia sampai Inggris. Kirik, monyet, asuuu, babi, fuck, bitch. Lengkap.

 Kadang aku bosan juga mendengar curhatannya. Tapi aku sendiri tidak tega melihatnya terus-terusan seperti itu. Biar bagaimana pun Cholil sudah aku anggap sebagai orang yang paling berjasa karena pernah mengajariku coli. Sesekali aku menyarankan untuk mencari pacar baru sebagai pengganti Rohimah. Cobalah buka hati untuk cewek lain, saranku. Tapi Cholil menolak, dia tetap keukeuh hanya ingin sama Rohimah. Dengan sok-sok bijak aku bilang padanya kalau sudah jodoh nanti pasti balik lagi. Tapi Cholil kadung pesimis duluan. Dia tetap merasa bahwa Rohimah tidak akan balik lagi ke pangkuannya. Bahkan Ocil pun sepertinya ikut memberi saran juga kepada Cholil.

“Meooong meooong meooong”

Aku tidak mengerti apa yang Ocil katakan, tapi sepertinya Cholil paham.

“Sudahlah Cil, kamu kucing mana tahu perasaanku sebagai manusia?” begitu kata Cholil kepada Ocil. Luar biasa pikirku. Aku saja yang sudah 5 tahun menjadi majikan Ocil tidak pernah bisa sekalipun mengerti bahasanya. Kalau Ocil sudah mulai meong meong kadang aku memberinya makan. Kalau masih tetap meong-meong kadang aku memperdengarkannya musik (biasanya lagu-lagu Blur). Kalau masih saja tetap meong meong aku bawa dia ke depan tv dan nonton infotainment bareng-bareng. Biasanya dia tenang kalau sudah lihat beritanya Nazar-Muzdalifah.

“Tuh Cil liat Cil, si Nazar katanya diguna-guna sama orang tuanya Muzdalifah” kataku pada Ocil sambil melihat berita terbaru dari Nazar. Aku lihat Ocil memperhatikan dengan serius.

Begitulah komunikasiku dengan Ocil sehari-hari.  Tapi sepatah kata yang Ocil ucapkan pun aku tidak pernah mengerti apa artinya. Berbeda sekali dengan Cholil yang bisa langsung mengerti. Padahal dia baru rutin main ke rumahku selama seminggu ini. Aku bingung apakah Cholil patah hati atau gila.

Jika nasehat-nasehat sok bijak ala Mario Teguh yang sudah aku keluarkan tidak pernah bisa menghibur Cholil biasanya aku membiarkan dia diam. Biar saja dia dengan kesedihannya. Menikmati suasana malam sambil mendengarkan lagu yang Cholil putar dari ponselnya. 

Kalau hanya untuk mengejar laki-laki lain, buat ap sih benang biru kau sulam menjadi kelambu?

Lagu Benang Biru dari Meggy Z mengalun dengan syahdu. Menyulap suasana teras rumahku menjadi warung burjo. Aku perhatikan Cholil begitu menghayati lagu itu. Matanya terpejam sambil mulutnya bergumam mengikuti lirik lagu. Mungkin untuk saat ini hanya lagu itulah yang bisa menjadi penghiburnya. 

Cholil akan memutar lagu itu sampai beberapa kali. Sampai mungkin dia bosan atau mengantuk. Lalu setelah itu dia akan pamit pulang. Meninggalkan bekas Teh Botol dan beberapa puntung rokok. Lalu berjalan gontai menuju ke arah gerbang pagar rumahku. Aku dan Ocil biasanya menemani dia sampai keluar pagar. Melihat langkah kakinya satu per satu membawanya menjauh meninggalkanku dan Ocil. Dia tidak berbicara apa-apa lagi. Mungkin yang ada di kepalanya hanya Rohimah. Jika bukan, mungkin si laki-laki sialan pecinta David Guetta.

Kampung Melayu, 26 Januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar