Selasa, 24 April 2012

In Utero : Look On The Bright Side Is Suicide


Jika saja album In Utero dirilis sebelum Nevermind kemungkinan besar saya akan menempatkannya sebagai album terbaik yang pernah saya dengar, tetapi tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi karena tidak mungkin ada In Utero tanpa Nevermind. In Utero adalah sebuah jawaban Cobain bagi setiap orang yang menyukai Nirvana dan Nevermind. In Utero adalah sebuah pernyataan akan ketidakberdayaan Cobain melawan dunia. Sebuah album yang berlumuran rasa bersalah, putus asa dan penyesalan.
Cobain pernah mengakui bahwa dirinya kurang menyukai sound yang dihasilkan di album Nevermind, menurutnya album itu terlalu glamor, lebih mirip sound Aerosmith daripada sound Sex Pistols yang diinginkannya. Untuk itu di album In Utero ini produser albumnya berpindah dari tangan Butch Vig kepada Steve Albini. Hasilnya, In Utero terdengar lebih kasar dan gahar daripada album Nevermind. Simak saja track Scentless Apprentice yang dibuka oleg suara big drums Dave Grohl yang kemudian ketika mencapai reffrain suara big drum itu seolah berkejaran dengan suara gitar yang mengiringi teriakan parau Cobain, “Go Away. . Go Away.. Go Away” diambang suaranya yang hampir habis. Chaos. Sebuah track yang cocok untuk menyambut lagu yang paling menyeramkan di album ini, Heart-Shaped Box.
Heart-Shaped Box  adalah sebuah lagu cinta yang paling menyeramkan, bahkan jika anda melihat video klipnya yang digambarkan dengan suasana rumah sakit, burung gagak, janin dan seorang kakek tua yang hendak disalib. Jika album In Utero ini bisa diwakilkan oleh satu lagu maka lagu inilah yang paling cocok. Dimana Cobain bernyanyi, “i wish i could eat your cancer when you turn black”, sebuah cara paling rumit dari Cobain hanya untuk berkata “i love you” lalu disambung dengan teriakan putus asa “hey.. wait i’ve got a new complaint. Forever in debt to your priceless advice”. Lagunya sendiri sangat khas Nirvana, diawali dengan petikan gitar yang berjalan dari tempo lambat kemudian cepat dan sebelum kembali memasuki reffrain yang kedua dengan genius Cobain memasukkan sebuah kalimat “throw down your umbillical noose so i can climb right back”. Entah untuk siapa kalimat itu ditujukan? Untuk dirinya sendiri, orang tuanya atau mungkin untuk bayinya?
Tentu saja In Utero tidak hanya berhenti pada lagu itu saja, album ini masih penuh dengan lagu-lagu hebat lain dari Nirvana seolah Cobain tahu bahwa setelah ini Nirvana tidak akan pernah merilis album lagi. Ada Very Ape dengan suara intro gitar yang renyah, atau sebuah riff gitar di pertengahan lagu Frances Farmer Will Have Her Revenge On Seattle yang sederhana tetapi langsung menempel di telinga. Atau pada lagu Milk It yang akhirnya Cobain bisa menyampaikan sebuah pesan dari frase yang sering ditulisnya sejak dulu, “look on the bright side is suicide”.
Saya setuju dengan pernyataan seorang kolumnis Majalah Rolling Stones USA yang menyatakan bahwa hal yang membuat musik Nirvana besar bukanlah punk rock atau metal melainkan pop. Ya pop. Pop yang bisa anda dengar pada lagu-lagu seperti Dumb, Pennyroyal Tea dan tentu saja All Apologies. Pop yang diselimuti oleh suara seraknya Cobain dan kasarnya gitar Fender yang Cobain mainkan. Saya kemudian menjadi yakin formula seperti inilah yang kemudian dibawa dan diterapkan oleh Dave Grohl pada bandnya pasca Nirvana, Foo Fighter.
 Terlepas dari apapun tujuan Cobain sebenarnya dalam merilis album ini tetapi sekali lagi album ini menunjukkan kehebatan Nirvana dalam meramu lagu dan lirik, bahkan ditengah dekadensi Nirvana dan kematian grunge itu sendiri. Album ini juga menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan 2 tahun sebelumnya memang bukanlah sebuah kebetulan semata. Sebuah album yang mengembalikan esensi rock and roll kepada hakikatnya sebelum kemudian dirusak oleh band-band yang menyebutnya post-grunge, nu metal dan bubllegum punk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar