Bagaimana jalan kesunyian ala sufi dan perilaku manusia bisa
ditemukan lewat kontol yang tidak bisa ngaceng? Jawabannya ada pada novel
terbaru Eka Kurniawan, Seperti Dendam
Rindu Harus Dibayar Tuntas (selanjutnya saya singkat Seperti Dendam).
Anggap saja saya terlalu serius dengan kalimat pembuka
diatas, tapi saya tidak sedang bercanda ketika menulis “kontol yang tidak bisa
ngaceng”, karena novel ini memang bercerita tentang seorang laki-laki yang
kontolnya tidak bisa ngaceng setelah menyaksikan 2 orang polisi memperkosa
seorang perempuan gila. Terasa ganjil bukan? Sangat khas Eka Kurniawan, namun
kali ini Eka Kurniawan mengeksekusinya dengan gaya penulisan serupa buku-buku
stensilan karya Enny Arrow yang dicampur dengan cerita-cerita silat. Hanya saja
Eka Kurniawan membawanya lebih jauh ke tataran filosofis.
Perlu waktu 10 tahun bagi Eka Kurniawan untuk kembali
merilis novel, setelah terakhir kali dia merilis Lelaki Harimau. Jika mau dibandingkan, Seperti Dendam terlihat sangat sederhana jika daripada 2 novel
pertama Eka Kurniawan (Cantik Itu Luka
dan Lelaki Harimau). Tapi jika kita
lihat secara lebih seksama novel ini sepertinya disusun dengan sebuah
ketelitian tinggi. Silahkan perhatikan jumlah setiap bab yang terdiri dari 30
halaman (kecuali bab terakhir yang berjumlah 33 halaman). Jika menyimak proses
kreatifnya yang sering dia publikasikan di jurnal ekakurniawan.com rasanya
susunan halaman ini bukanlah sesuatu yang hadir dengan tidak sengaja.
Setiap bab juga
kemudian dipotong-potong menjadi beberapa fragmen dengan plot maju-mundur yang
memikat. Disini pun kita bisa melihat kejelian dan kelihaian Eka Kurniawan
dalam mengatur ritme dan tempo dalam ceritanya. Eka Kurniawan dengan lihai bisa
tahu kapan cerita ini harus mengisahkan masa lalu Ajo Kawir, si tokoh utama
novel ini, atau kapan harus bercerita tentang pertemuan Ajo Kawir dengan si
Iteung. Dengan kelihaian tersebut saya jamin kalian akan langsung terperangkap
tepat disaat kalian pertama membacanya.
Lalu bagaimana ceritanya kontol yang tidak bisa ngaceng itu
bisa membawa kita menuju jalan kesunyian yang lazim ditempuh oleh para sufi?
Baiklah, tapi pertama-tama kita harus melihat beberapa
perilaku manusia yang bisa dijelaskan dari bagaimana cara mereka memperlakukan
alat kelaminnya, terutama laki-laki. Seperti yang umum diketahui, bagi sebagian
orang kelamin adalah otak kedua mereka. Bahkan mungkin bagi sebagian lainnya,
kelamin adalah otak pertama mereka. Mereka lebih berpikir dengan kelaminnya.
Kelamin identik dengan hawa nafsu, dengan ambisi. Jadi mereka yang lebih
menggunakan kelaminnya untuk berpikir adalah mereka yang lebih mementingkan
kepuasan nafsu dan ambisinya.
2 tokoh polisi yang memperkosa seorang perempuan gila secara
bergiliran adalah gambaran dari sebuah perilaku yang korup (entah sengaja atau
tidak, Eka Kurniawan memakai polisi untuk menggambarkan perliaku korup
tersebut). Mereka tidak peduli kalau perempuan itu gila, yang penting bisa
mereka “pake” dan memuaskan nafsunya. Sama seperti koruptor, mereka juga tidak
akan peduli kalau yang mereka korupsi itu adalah pajak yang dibayar oleh rakyat
ataupun dana haji milik umat. Yang penting kaya. Tai ucing dengan yang lain.
Tokoh Pak Toto, seorang guru yang mencabuli si Iteung di kelas
adalah gambaran perilaku penguasa yang juga sebenarnya korup (menggunakan
kekuasaan yang dimilikinya untuk kepentingan/kepuasan pribadi). Terkadang
memang kekuasaan bisa membuat seseorang merasa bisa berbuat apa saja. Termasuk
mencabuli (hierarki kekuasaan antara guru-murid), atau dalam hal lain seperti
kasus-kasus pelanggaran HAM (menculik, membunuh atas nama stabilitas negara?)
Si Tokek, kawan sehidup-sesekarat Ajo Kawir, mempunyai karir
asmara yang bisa dibilang tidak terlalu sukses. Meskipun dalam novel ini kisah
percintaan si Tokek tidak diceritakan tapi dalam salah satu bagian si Tokek
pernah bercerita kalau dia tidak akan pernah menggunakan kontolnya sebelum
kontol Ajo Kawir bisa ngaceng lagi. Sebab musababnya adalah karena si Tokek
merasa bersalah atas ke-tidakbisa-ngacengannya kontol Ajo Kawir. Untuk menebus rasa
bersalahnya tersebut si Tokek berikrar
untuk tidak menggunakan kontolnya sebelum kontol Ajo Kawir bisa ngaceng. Si
Tokek menunjukkan contoh perilaku kesetiakawanannya terhadap Ajo Kawir. Selain
dengan selalu menemani Ajo Kawir berkelahi juga dengan tidak menggunakan
kontolnya sampai kontol Ajo Kawir bisa ngaceng. Best Friend Forever laah kalau istilah cabe-cabeannya sih.
Lalu ada Ajo Kawir si tokoh utama yang kontolnya tidak bisa
ngaceng. Gara-garanya suatu malam dia diajak si Tokek untuk mengintip Rona
Merah, si perempuan gila yang sedang diperkosa secara bergiliran oleh 2 orang
polisi. Sialnya mereka berdua malah ketahuan. Si Tokek beruntung bisa kabur,
Ajo Kawir ketiban sial karena tidak sempat kabur. Dia harus rela menyaksikan
(dengan pistol tertempel di jidatnya) bagaimana kedua orang polisi memperkosa
Rona Merah secara bergiliran. Setelah peristiwa itu kontol Ajo Kawir tiba-tiba
saja menjadi tidak bisa ngaceng. Berbagai upaya pernah dilakukan untuk
membuatnya bisa ngaceng kembali tapi hasilnya sia-sia belaka. Bagi Ajo Kawir
(dan para lelaki) perkara ini adalah
sebuah kiamat. Akibat frustasi Ajo Kawir jadi gemar berkelahi (tentu saja
dengan ditemani si Tokek) sampai suatu saat dia bertemu dengan Paman Gembul
yang memintanya untuk membunuh si Macan, preman yang sangat ditakuti
reputasinya. Ajo Kawir tidak gentar, toh selama ini pun dia sudah merasakan
kiamat dalam hidupnya. Meskipun sempat merasa ragu karena pada saat itu dia
jatuh cinta kepada si Iteung dan berencana menikah tapi pada akhirnya si Macan
bisa dibunuh juga (ini terjadi setelah si Iteung ketahuan hamil). Ajo Kawir
masuk penjara setelah membunuh si Macan. Setelah keluar penjara Ajo Kawir
berubah (meskipun masih tidak bisa ngaceng). Dia menjadi seorang supir truk dan
mempunyai kenek seorang remaja bernama Mono Ompong. Tabiatnya pun berubah, Ajo
Kawir menjadi lebih kalem, lebih pendiam seperti kontolnya. Ajo Kawir lebih
bisa mengendalikan emosinya sendiri, seperti yang dikatakan oleh Pidi Baiq, “bukan orang lain yang menentukan kamu harus
marah atau tidak tapi dirimu sendiri yang menentukan”. Ajo Kawir lebih
memilih jalan kesunyian ala sufi setelah berdamai dengan kontolnya sendiri yang
tidak bisa ngaceng.
Aah, mungkin itu intinya, ditengah dunia yang semakin berisik
ini terkadang kita harus menoleh kembali ke dalam diri kita sendiri. Seperti
kontol Ajo Kawir yang selalu kalem meskipun dibombardir dengan berbagai godaan.
Novel ini memang kalah liar jika dibandingkan dengan Cantik Itu Luka. Juga masih kalah muram dan depresif jika
harus disandingkan dengan Lelaki Harimau.
Tapi novel ini bisa melampaui keduanya jika dilihat dari bagaimana cara Eka
Kurniawan menghancurkan plot bercerita yang konvensional. Dan mungkin ini adalah
novelnya yang paling filosofis jika dibandingkan 2 novel sebelumnya.
Seperti dendam, novel ini pun harus dibaca tuntas.
Penirum Asli
BalasHapusPotenzol Cair
Opium Spray
Viagra Usa Asli
Rizalshop.com
Penirum Asli